KOMNAS HAM akan menjalani suksesi untuk keanggotaan periode 2022-2027, seiring berakhirnya keanggotaan periode 2017-2022 pada November 2022.
Tantangan atas pemajuan dan penegakan HAM akan semakin keras di tahun-tahun mendatang, di antaranya terkait dengan agenda pemilihan presiden/wakil presiden, kepala daerah, dan legislatif secara serentak pada 14 Februari 2024.
Panitia Seleksi (Pansel) Anggota Komnas HAM 2022-2027, Makarim Wibisono, telah menyampaikan secara terbuka dalam konferensi pers secara daring pada 7 Februari 2022, bahwa pendaftaran calon anggota Komnas HAM 2022-2027 akan dibuka pada 8 Februari 2022, secara online maupun langsung sampai dengan 8 Maret 2022.
Anggota Pansel lain adalah figur publik yang tidak lagi disangsikan ketokohannya, yaitu Marzuki Darusman, Kamala Chandrakirana, Harkristuti Harkrisnowo, dan Azyumardi Azra.
Komnas HAM adalah lembaga mandiri setingkat dengan lembaga negara lainnya yang memiliki kewenangan sangat strategis, terutama dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM), Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.
Tujuan didirikannya Komnas HAM sangat mulia, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 75 huruf a dan b UU HAM, yaitu mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan HAM sesuai dengan Pancasila, UUD RI 1945, Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM).
Selain itu, meningkatkan perlindungan dan penegakan HAM bagi berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuan berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan.
Tujuan mulia Komnas HAM tersebut akan menghadapi berbagai tantangan ke depan.
Pertama, eskalasi politik dan potensi pelanggaran HAM yang semakin meningkat menjelang, pada tahun politik 2024, dan setelahnya, yang genderangnya sudah mulai ditabuh tahun ini.
Pansel Komnas HAM harus mampu mencari sosok Pembela HAM yang mumpuni, matang, dan berperspektif luas tidak hanya untuk menangani pelanggaran HAM semata.
Akan tetapi, juga piawai dalam melakukan upaya pencegahan HAM dan dialog kebijakan, khususnya melalui pengkajian, penelitian, pendidikan, dan penyuluhan HAM.
Kedua, Komnas HAM harus mencermati dan mengawasi kebijakan dan proses pemindahan ibu kota negara baru (IKN) ke Kalimantan Timur yang telah dan akan terus berpotensi diiringi dengan konflik dan potensi pelanggaran HAM, khususnya konflik agraria dan sumber-sumber penghidupan.
Luas wilayah IKN meliputi 256.142 hektar area darat dan 68.189 area perairan laut.
Tidak tanggung-tanggung, biaya yang dibutuhkan untuk IKN senilai Rp 466 triliun, yang sumbernya berasal dari APBN, swasta, dan kerja sama pemerintah dengan badan usaha.
Komnas HAM harus mampu untuk memastikan bahwa proses dan mekanisme pemindahan IKN akan mematuhi koridor hukum dan hak asasi manusia, sehingga pemerintah perlu menyediakan mekanisme untuk mengatasi dampak-dampak pemindahan IKN khususnya terkait dengan pelanggaran hak asasi manusia.