Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ramai-ramai Menolak Pemindahan Ibu Kota Negara...

Kompas.com - 07/02/2022, 05:40 WIB
Fitria Chusna Farisa

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah berencana memulai pembangunan megaproyek Ibu Kota Negara (IKN) "Nusantara" di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, pada pertengahan 2022.

Meski pembangunan ini diperkirakan memakan waktu 15-20 tahun, namun, presiden, TNI, Polri, dan sejumlah kementerian ditargetkan mulai berpindah ke ibu kota baru pada 2024.

Bahkan, Presiden Joko Widodo punya mimpi untuk menggelar upacara peringatan kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 2024 di IKN.

Baca juga: Eks Pimpinan KPK dan 44 Tokoh Nasional Galang Petisi Tolak IKN Nusantara

Namun, belum juga dimulai, rencana pembangunan ibu kota baru telah menuai banyak penolakan.

Penolakan itu datang dari berbagai pihak, yang dituangkan melalui petisi hingga gugatan pengujian undang-undang di Mahkamah Konstitusi (MK).

Petisi tolak ibu kota baru

Terbaru, sebanyak 45 tokoh menggalang petisi menolak pemindahan dan pembangunan IKN.

Petisi berjudul "Pak Presiden, 2022-2024 bukan waktunya memindahkan ibu kota negara" itu diprakarsai oleh Narasi Institute dan digalang melalui situs change.org. Petisi tersebut ditujukan ke Presiden Jokowi, DPR, DPD dan MK.

Dalam petisi tersebut, para inisiator penolak IKN mengajak seluruh warga Indonesia untuk mendukung mereka, meminta agar Presiden Jokowi menghentikan rencana pemindahan dan pembangunan IKN.

Para inisiator menilai, memindahkan ibu kota di tengah situasi pandemi Covid-19 tidak tepat.

"Apalagi kondisi rakyat dalam keadaan sulit secara ekonomi, sehingga tak ada urgensi bagi pemerintah memindahkan Ibu Kota negara," tulis petisi tersebut.

Baca juga: Pembangunan Fisik IKN Nusantara Disebut Mulai Pertengahan 2022

Para tokoh dalam petisi itu mendorong pemerintah untuk fokus menangani varian baru Covid-19 Omicron yang membutuhkan dana besar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

Mereka juga meminta pemerintah mempertimbangkan kembali rencana pembangunan IKN. Sebab, Indonesia memiliki utang luar negeri yang besar, defisit APBN besar di atas 3 persen, dan pendapatan negara yang turun.

Sementara, infrastruktur dasar lainnya di beberapa daerah masih buruk, sekolah rusak dibiarkan telantar, dan beberapa jembatan desa terabaikan tidak terpelihara.

"Adalah sangat bijak bila Presiden tidak memaksakan keuangan negara untuk membiayai proyek tersebut," tulis petisi tersebut.

Di antara 45 tokoh penggalang petisi, ada nama mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas dan Guru Besar Ekonomi Universitas Indonesia sekaligus suami Meutia Hatta, Sri Edi Swasono.

"Saya satu komitmen nilai dengan mereka untuk tegas bersikap yang memihak rakyat sebagai pemegang daulat yang dihinakan dalam proses-proses politik pengesahan Undang-Undang IKN," kata Busyro Muqoddas melalui keterangan tertulis, Sabtu, (5/2/2022).

Baca juga: 9 Aturan Turunan UU IKN Ditargetkan Rampung Maret-April, Ini Rinciannya

Selain itu, Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Azyumardi Azra; mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin; hingga ekonom senior Faisal Basri juga mendukung petisi tersebut.

Berikut 45 nama penggalang petisi menolak pemindahan dan pembangunan IKN:

  1. Sri Edi Swasono;
  2. Azyumardi Azra;
  3. Din Syamsuddin;
  4. Anwar Hafid;
  5. Nurhayati Djamas;
  6. Daniel Mohammad Rasyied;
  7. Mayjen Purn Deddy Budiman;
  8. Busyro Muqodas;
  9. Faisal Basri;
  10. Didin S Damanhuri;
  11. Widi Agus Pratikto;
  12. Rochmat Wahab;
  13. Jilal Mardhani;
  14. Muhamad Said Didu;
  15. Anthony Budiawan;
  16. Carunia Mulya Firdausy;
  17. Mas Ahmad Daniri;
  18. TB. Massa Djafar;
  19. Abdurahman Syebubakar;
  20. Prijanto Soemantri;
  21. Syaiful Bakhry;
  22. Zaenal Arifin Hosein;
  23. Ahmad Yani;
  24. Umar Husin;
  25. Ibnu Sina Chandra Negara;
  26. Merdiansa Paputungan;
  27. Nur Ansyari;
  28. Ade Junjungan Said;
  29. Gatot Aprianto;
  30. Fadhil Hasan;
  31. Abdul Malik;
  32. Achmad Nur Hidayat;
  33. Sabriati Aziz;
  34. Moch Najib YN;
  35. Muhamad Hilmi;
  36. Engkur;
  37. Marfuah Musthofa;
  38. Masri Sitanggang;
  39. Mohamad Noer;
  40. Sritomo W Soebroto;
  41. M Hatta Taliwang;
  42. Mas Roro Lilik Ekowanti;
  43. Reza Indragiri Amriel;
  44. Mufidah Said;
  45. Ramli Kamidin.

Digugat ke MK

Belum lama ini, undang-undang tentang IKN juga digugat ke MK oleh sejumlah warga yang menamakan diri sebagai Poros Nasional Kedaulatan Negara (PNKN).

Sebagaimana diketahui, RUU IKN disahkan menjadi UU pada 18 Januari 2022 melalui rapat paripurna DPR. Hingga kini, UU itu masih menunggu tanda tangan dari presiden untuk selanjutnya diundangkan.

Baca juga: Belum Genap Sebulan Disahkan, Kini UU IKN Digugat ke MK

Adapun PNKN terdiri dari mantan penasihat KPK Abdullah Hehamahua, mantan anggota DPD DKI Jakarta Marwan Batubara, politikus Agung Mozin, Ketua Dewan Pertimbangan MUI Muhyiddin Junaidi, dan 7 orang lainnya.

Dilansir dari dokumen yang diunggah laman resmi MK, gugatan itu didaftarkan pada 2 Februari 2022.

Para pemohon mengajukan gugatan uji formil atas UU IKN lantaran pembentukan UU tersebut dinilai tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pembentukan UU IKN dinilai tidak melalui perencanaan yang berkesinambungan, mulai dari dokumen perencanaan pembangunan, perencanaan regulasi, perencanaan keuangan negara, dan pelaksanaan pembangunan.

Para pemohon juga menilai, pembentukan UU IKN tidak benar-benar memperhatikan materi muatan, karena banyak mendelegasikan materi yang berkaitan dengan IKN ke peraturan pelaksana.

"Dari 44 pasal di UU IKN, terdapat 13 perintah pendelegasian kewenangan pengaturan dalam peraturan pelaksana," tulis para pemohon.

Baca juga: Tahap Pertama, 7.687 Abdi Negara Akan Pindah ke IKN

Selain itu, menurut para pemohon, UU IKN tidak dibuat karena benar-benar dibutuhkan. Pemohon mengutip hasil jajak pendapat salah satu lembaga survei yang menyatakan bahwa mayoritas masyarakat menolak pemindahan ibu kota negara.

Selain itu, tidak ada keterbukaan informasi pada tiap tahapan pembahasan UU IKN. Berdasarkan penelusuran pemohon, dari 28 tahapan/agenda pembahasan RUU IKN di DPR, hanya tujuh yang dokumen dan informasinya dapat diakses publik.

"Representasi masyarakat yang terlibat dalam pembahasan RUU IKN sangat parsial dan tidak holistik. Padahal IKN merupakan perwujudan bersama kota negara RI yang seharusnya dapat lebih memperluas partisipasi dan pihak-pihak dari berbagai daerah, golongan, dan unsur kepentingan masyarakat lainnya dalam pembahasannya," ujar para pemohon.

Mengacu pada hal-hal tersebut, pemohon menilai bahwa pembentukan UU IKN tidak memenuhi ketentuan pembentukan UU berdasarkan UUD 1945 dan UU Nomor 12 Tahun 2011.

Oleh karenanya, MK diminta menyatakan UU IKN bertentangan dengan UUD 1945.

Megaporyek oligarki

Kritik terhadap proyek ibu kota baru juga sebelumnya disuarakan oleh Koalisi Masyarakat Sipil. Koalisi menuding bahwa pemindahan ibu kota negara merupakan megaproyek oligarki yang mengancam keselamatan rakyat.

Baca juga: Jokowi Bakal Pindah Sebelum 16 Agustus 2024, Akankah Jadi Upacara 17 Agustus Pertama di IKN Nusantara?

Koalisi Sipil ini terdiri dari Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kalimantan Timur, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan 17 LBH kantor, Yayasan Srikandi Lestari, Sajogyo institute, dan #BersihkanIndonesia.

"Dana yang digunakan untuk mewujudkan pemindahan ibu kota, akan sangat lebih berguna apabila digunakan untuk memenuhi kebutuhan dasar warga negara (kesehatan, pendidikan, dll) yang sedang mengalami kesulitan," bunyi siaran pers Koalisi Masyarakat Sipil, Kamis (20/1/2022).

Pemindahan ibu kota ini tak lebih dari proyek oligarki karena menurut Koalisi, tampak upaya mendekatkan IKN dengan pusat bisnis beberapa korporasi di sana, yang wilayah konsesinya masuk dalam kawasan IKN.

Koalisi menilai, ada upaya "menghapus dosa" korporasi-korporasi tersebut.

"Menurut catatan JATAM Kaltim, terdapat 94 lubang tambang yang berada di kawasan IKN di mana tanggungjawab untuk melakukan reklamasi dan pasca tambang seharusnya dilakukan oleh korporasi, diambil alih dan menjadi tanggungjawab negara," tulis mereka.

Baca juga: Ketua DPR Minta Pemerintah Libatkan Publik Rumuskan Turunan UU IKN

Menurut koalisi, banyak pihak yang terdampak langsung dari proyek ini. Misalnya, warga dan masyarakat adat Kutai Kartanegara dan Penajam Paser Utara.

Kemudian, para ASN pemerintah pusat yang selama ini tinggal di Jakarta, hingga warga Sulawesi Tengah yang harus berhadapan dengan kerusakan lingkungan imbas proyek tambang di wilayahnya demi suplai infrastruktur dan tenaga listrik IKN.

Hal lain yang jadi sorotan ialah diterbitkannya Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) cepat oleh pemerintah di awal rencana pemindahan ibu kota.

KLHS dibuat setelah ibu kota baru ditetapkan di Kalimantan Timur, bukan sebelumnya. Sehingga, kajian itu tak memuat latar belakang mengapa Kalimantan Timur dipilih sebagai calon ibu kota baru, dan bukan wilayah lain.

Dalam KLHS cepat itu pun terungkap potensi masalah lingkungan di kawasan IKN nantinya, mulai dari ancaman terhadap tata air, flora-fauna, dan pencemaran.

Baca juga: Pembangunan Mulai Pertengahan 2022, KemenkeuTunggu Rencana Induk Pemerintah Soal Anggaran IKN

Padahal, rencana pemindahan ibu kota berawal dari semakin ruwetnya masalah di Jakarta, baik dari segi daya dukung lingkungan maupun daya tampung.

"Permasalahan mendasar lainnya yang belum banyak diketahui publik adalah bahwa di kawasan IKN dan daerah penyangganya (Balikpapan), rentan terhadap permasalahan krisis air bersih di masa depan dan permasalahan ini juga ditegaskan di dalam Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) IKN," tulis Koalisi Masyarakat Sipil.

"Kami memandang, permasalahan di Jakarta harus segera diselesaikan di Jakarta, bukan malah meninggalkan permasalahan di Jakarta dan menciptakan masalah baru di Kalimantan Timur," lanjut siaran pers.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Nasional
Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Nasional
Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Nasional
Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Nasional
Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan 'Amicus Curiae' seperti Megawati

Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan "Amicus Curiae" seperti Megawati

Nasional
Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah 'Nyapres' Tidak Jadi Gubernur Jabar

Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah "Nyapres" Tidak Jadi Gubernur Jabar

Nasional
Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Nasional
Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Nasional
Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com