JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian kini ogah dilibatkan dalam pertimbangan pengajuan pinjaman dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) daerah setelah mantan anak buahnya terlibat korupsi. Keputusan Tito pun disayangkan oleh KPK.
Perihal ini berawal karena eks Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Keuangan Daerah Kemendagri, Mochamad Ardian Noervianto ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) usai ditetapkan sebagai tersangka.
Ardian diduga menerima suap pengajuan pinjaman dana PEN Daerah Tahun 2021 untuk Kabupaten Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara. Saat masih menjabat sebagai Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri, ia memiliki kewenangan dalam menyusun surat pertimbangan Mendagri atas permohonan pinjaman dana PEN yang diajukan pemerintah daerah.
Baca juga: Kasus Dana PEN, KPK: Ardian Noervianto Pantau Uang Suap Saat Isolasi Mandiri
Hanya saja, Ardian tidak berlaku amanah. Ia justru meminta uang pelicin untuk memuluskan permintaan Pemda, dalam hal ini Pemkab Kolaka Timur.
Tito pun geram dengan adanya kasus korupsi di kementerian yang dipimpinnya.
Untuk menghindari hal serupa terjadi kembali, ia lalu mengirimkan surat kepada Kementerian Keuangan agar tidak lagi dilibatkan dalam pertimbangan pengajuan pinjaman dana PEN oleh Pemda.
"Bapak Mendagri atas hasil pembahasan kolektif di Kemendagri, telah mengirimkan surat ke Kementerian Keuangan bahwa (minta) tidak perlu lagi keterlibatan Bapak Mendagri di dalam memberikan pertimbangan (pengajuan dana PEN)," ungkap Inspektur Jenderal (Irjen) Kemendagri Tumpak Haposan Simanjuntak dalam konferensi pers, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (2/2/2022).
Baca juga: Pengamat Nilai Korupsi Dana PEN Daerah Karena Minimnya Transparansi
Mendagri juga punya alasan lain mengapa tak ingin dilibatkan kembali dalam proses pengajuan pinjaman dana PEN. Menurut Tumpak, waktu yang diberikan kepada Kemendagri untuk memberi pertimbangan terkait pengajuan dana PEN daerah, kurang cukup.
Kemenkeu hanya memberikan waktu tiga hari untuk Kemendagri. Tumpak menyebut, sempitnya waktu itu membuat Kemendagri tidak bisa memberikan pertimbangan secara komprehensif.
"Sehingga tidak memungkinkan untuk melakukan kalkulasi dari berbagai aspek secara komprehensif," sebutnya.
"Oleh karena itu diputuskan, dikirimkan surat dari Mendagri ke Menkeu untuk tidak lagi ikut memberikan pertimbangan ini," lanjut Tumpak.