Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ajukan Gugatan ke MK, Dosen UI: Bukan Urusan Gelar Guru Besar, tapi Bicara Kebenaran dan Keadilan

Kompas.com - 03/02/2022, 21:45 WIB
Tsarina Maharani,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sri Mardiyati, dosen senior di Departemen Matematika Fakultas Matematika Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) Universitas Indonesia (UI), gagal memperoleh gelar guru besar karena Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menolak pengajuan dari Rektor UI.

Sri pun mengajukan gugatan ke Mahkamah Konsitusi (MK) terhadap Pasal 50 Ayat (4) UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

Menurutnya, akibat pasal tersebut, haknya untuk mendapatkan gelar sebagai guru besar kandas di tangan pemerintah. Adapun gugatan itu tercatat sebagai perkara Nomor 20/PUU-XIX/2021.

Sri menegaskan, langkah hukum yang ditempuhnya ke MK ini bukan sekadar urusan gelar. Namun, merupakan urusan hak dan kebenaran serta keadilan.

Baca juga: Ditolak Kemendikbud Jadi Guru Besar, Dosen Matematika UI Gugat UU Guru dan Dosen

"Saya tegaskan, urusan kenaikan pangkat saya ini adalah urusan hak dan kebenaran serta keadilan, bukan hanya sekadar urusan gelar," kata Sri dalam surat yang diajukan ke MK, dikutip Kompas.com, Kamis (3/2/2022).

Sri menuturkan, ia menjadi mahasiswa Matematika FMIPA UI pada 1974 dan lulus pada 1980.

Ia sudah mulai mengajar sebagai asisten dosen pada 1978. Kemudian, menjadi pegawai negeri sebagai dosen pada 1981.

Sri kemudian melanjutkan pendidikan S2 di Fakultas Ilmu Komputer UI pada 1999. Setelah itu, ia terbang ke Australia pada tahun 2000 untuk menempuh pendidikan S3 di Departemen Matematika dan Statistik Curtin University.

"Sebagai mahasiswa S3 di Curtin University, saya juga harus membesarkan dan membimbing dua orang anak saya yang masih remaja di Perth. Suami saya harus pulang ke Jakarta setelah menyelesaikan studinya untuk bekerja menunjang biaya hidup yang tidak sedikit, karena anak saya yang tertua juga sudah mulai kuliah di Fakultas Hukum Cambridge University di Inggris," ujarnya.

Sri mengatakan, perjalanan untuk meraih posisi guru besar bukan hal yang mudah. Ia mengatakan, untuk meraih gelar doktor, ia telah berjuang keras dengan tetap melaksanakan kewajibannya sebagai seorang ibu.

Baca juga: UU IKN Digugat ke MK, Pimpinan DPR: Silakan Saja

Sri sendiri saat ini berusia 67 tahun. Sebagai dosen, ia pensiun ketika berusia 65 tahun. Namun, jika menjabat sebagai guru besar, ia memasuki masa pensiun pada usia 70 tahun.

Ia mengungkapkan, sejak Departemen Matematika UI berdiri pada 1961, baru ada dua orang guru besar.

Pertama, yaitu seorang lulusan Institut Teknologi Bandung, Profesor N Soemartojo, yang telah meninggal dunia pada 2005.

Kedua, adalah seorang lulusan Matematika UI, Profesor Djati Kerami. Ia meninggal dunia pada Januari 2018.

"Sehingga sejak tahun 2018, Departemen Matematika FMIPA tidak mempunyai guru besar," ucap Sri.

Karena itu, kata Sri, Dekan FMIPA UI mendorongnya untuk mengisi kekurangan guru besar ini. Prosesnya sendiri sudah dimulai sejak 2016.

Namun, peraturan terkait pengangkatan jabatan guru besar kerap berubah-ubah. Sri menyebutkan, misalnya, sebelum 2016, tesis dihitung sebagai angka kredit jika diterbitkan.

Ketika tesis Sri terbit, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan edaran baru bahwa buku berdasarkan tesis tidak bisa dihitung angka kreditnya untuk jabatan guru besar. Kemudian, paper yang dipresentasikan dalam seminar dan dipublikasikan dalam proceeding hanya dinilai 20 persen.

Baca juga: Tak Mau Jabat Hanya Sampai 2024, Bupati-Wakil Bupati Halmahera Utara Gugat UU Pilkada ke MK

Berikutnya, ada pula edaran baru yang menyatakan harus ada artikel yang diterbitkan pada jurnal imiliah terindeks Scopus.

"Akibat dari perubahan peraturan penilaian angka kredit ini, maka angka kredit yang telah saya peroleh dianggap tidak cukup dan baru dianggap mencukupi oleh Rektor UI pada 2019. Setelah mengalami seleksi yang panjang di lingkungan UI, kenaikan pangkat saya baru diproses oleh rektor," katanya.

Hal lain yang dipersoalkan Sri yaitu penilaian atas karya ilmiahnya yang dilakukan tim dari Kemendikbud. Sebab, Kemendikbud menunjuk orang yang tidak satu rumpun ilmu untuk melalukan penilaian terhadap karya ilmiahnya.

Kemendikbud menunjuk guru besar di bidang elektro ITB, Yanuarsyah Haroen; guru besar di bidang fisiologi/genetika molekuler tanaman Universitas Diponegoro, Syaiful Anwar; dan guru besar di bidang fisika Universitas Negeri Semarang, Sutikno untuk menilai dokumen kenaikan pangkatnya.

Karya ilmiah Sri ditolak karena dianggap tidak layak untuk kenaikan pangkat.

Padahal, karya ilmiah yang diajukan Sri sebagai bahan penilaian angka kredit dalam jabatan guru besar sudah diperiksa dan divalidasi dengan baik oleh Rektor UI.

Baca juga: Eks Penasihat KPK Abdullah Hehamahua Dkk Gugat UU IKN ke MK

Karya ilmiah tersebut juga telah diperiksa tim penilai independen dari Guru Besar FMIPA ITB Edy Tri Baskoro dari kelompok keilmuan matematika kombinatorika dan Irawati dari kelompok keilmuan aljabar.

"Penunjukkan tim penilai baru ini, bagi saya adalah bukti bahwa Kementerian Pendidikan menunjukkan hegemoni mereka atas dunia pendidikan, khususnya dalam hal kenaikan pangkat menjadi guru besar. Sebagai penguasa tunggal di bidang pendidikan, mereka tidak ingin disalahkan atau dianggap melakukan kesalahan," ucap Sri.

Menurut Sri, ada kesalahan fundamental yang dilakukan Kementerian Pendidikan dengan menafsirkan undang-undang sesuai kebutuhan mereka dan menindaklanjutinya dengan menciptakan beragam aturan.

Ia menilai, lewat tafsir terhadap Pasal 50 Ayat (4) UU 14/2005, pemerintah telah mengambil alih kewenangan satuan pendidikan tinggi dalam penyeleksian, pengangkatan, dan penetapan jabatan akademik, termasuk guru besar.

Sri berharap majelis hakim MK berpihak pada kebenaran dan keadilan dengan memberikan putusan terbaik bagi kepentingan kemajuan pendidikan tinggi di Tanah Air.

Sri pun mengatakan, andai permohonannya dikabulkan majelis hakim, hampir dapat dipastikan ia sendiri tidak akan menikmati hasilnya karena putusan MK tidak berlaku surut.

"Apapun yang majelis hakim putuskan, akan saya terima dengan lapang dada. Karena saya percaya, 'Mahkamah Sejarah' akan mencatat permohonan saya ini dan putusan majelis yang mulia, apapun putusannya," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Anggap Jokowi dan Gibran Masa Lalu, PDI-P: Enggak Perlu Kembalikan KTA

Anggap Jokowi dan Gibran Masa Lalu, PDI-P: Enggak Perlu Kembalikan KTA

Nasional
Naik Kereta Cepat, Ma'ruf Amin Kunjungan Kerja ke Bandung

Naik Kereta Cepat, Ma'ruf Amin Kunjungan Kerja ke Bandung

Nasional
Harga Bawang Merah Melonjak, Mendag Zulhas: Karena Tidak Ada yang Dagang

Harga Bawang Merah Melonjak, Mendag Zulhas: Karena Tidak Ada yang Dagang

Nasional
Dua Tersangka TPPO Berkedok Magang Sembunyi di Jerman, Polri Ajukan Pencabutan Paspor

Dua Tersangka TPPO Berkedok Magang Sembunyi di Jerman, Polri Ajukan Pencabutan Paspor

Nasional
Tak Dukung Anies Maju Pilkada DKI, PKS: Beliau Tokoh Nasional, Jangan Kembali Jadi Tokoh Daerah

Tak Dukung Anies Maju Pilkada DKI, PKS: Beliau Tokoh Nasional, Jangan Kembali Jadi Tokoh Daerah

Nasional
Zulhas Ungkap Arahan Prabowo soal Buka Pintu Koalisi

Zulhas Ungkap Arahan Prabowo soal Buka Pintu Koalisi

Nasional
Menpan-RB Minta Pemprov Kalbar Optimalkan Potensi Daerah untuk Wujudkan Birokrasi Berdampak

Menpan-RB Minta Pemprov Kalbar Optimalkan Potensi Daerah untuk Wujudkan Birokrasi Berdampak

Nasional
Prabowo Mau Kasih Kejutan Jatah Menteri PAN, Zulhas: Silakan Saja, yang Hebat-hebat Banyak

Prabowo Mau Kasih Kejutan Jatah Menteri PAN, Zulhas: Silakan Saja, yang Hebat-hebat Banyak

Nasional
Selain Bima Arya, PAN Dorong Desy Ratnasari untuk Maju Pilkada Jabar

Selain Bima Arya, PAN Dorong Desy Ratnasari untuk Maju Pilkada Jabar

Nasional
Perkecil Kekurangan Spesialis, Jokowi Bakal Sekolahkan Dokter RSUD Kondosapata Mamasa

Perkecil Kekurangan Spesialis, Jokowi Bakal Sekolahkan Dokter RSUD Kondosapata Mamasa

Nasional
Penetapan Prabowo-Gibran Besok, KPU Undang Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud

Penetapan Prabowo-Gibran Besok, KPU Undang Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud

Nasional
Amanat Majelis Syura Gulirkan Hak Angket di DPR, Presiden PKS Sebut Lihat Realitanya

Amanat Majelis Syura Gulirkan Hak Angket di DPR, Presiden PKS Sebut Lihat Realitanya

Nasional
Zulhas Sebut Tak Ada Tim Transisi, Prabowo Mulai Kerja sebagai Presiden Terpilih

Zulhas Sebut Tak Ada Tim Transisi, Prabowo Mulai Kerja sebagai Presiden Terpilih

Nasional
Menyoal Tindak Lanjut Pelanggaran Pemilu yang Formalistik ala Bawaslu

Menyoal Tindak Lanjut Pelanggaran Pemilu yang Formalistik ala Bawaslu

Nasional
PDI-P Sebut Jokowi dan Gibran Tak Lagi Kader, Zulhas: Sudah Ada Rumahnya, PAN ...

PDI-P Sebut Jokowi dan Gibran Tak Lagi Kader, Zulhas: Sudah Ada Rumahnya, PAN ...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com