JAKARTA, KOMPAS.com – Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) Ratna Susianawati menyoroti pentingnya perlawanan terhadap bahaya kekerasan di ranah domestik atau kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Ratna mengatakan, KDRT tak hanya menimbulkan luka fisik dan psikis berkepanjangan bagi perempuan dan anak yang menjadi korban, namun juga akan terekam pada memori anak-anak yang menyaksikan.
Untuk itu, KDRT tidak seharusnya dinormalisasi dan ditutup-tutupi.
“Kasus KDRT yang dulu dianggap mitos dan persoalan pribadi, kini menjadi urusan publik yang nyata bahkan menjadi ranah negara karena telah diatur dalam Undang-Undang No.23 Tahun 2004 tentang PKDRT," ujar Ratna seperti dikutip dari keterangan tertulisnya, Kamis (3/2/2022).
Baca juga: Oki Setiana Dewi Banjir Kritikan Usai Dianggap Normalisasi KDRT
Untuk itu, Ratna pun mendorong masyarakat, terutama bagi perempuan dan anak yang menjadi korban KDRT untuk tidak takut melapor.
Selain itu, masyarakat juga diminta untuk melapor bila melihat tindak KDRT di sekeliling mereka.
"Kemen PPPA memiliki Layanan SAPA 129 (021-129) dan hotline 081-111-129-129 sebagai layanan pengaduan kekerasan terhadap perempuan yang dapat diakses oleh semua kalangan di seluruh Indonesia," jelas Ratna.
Adapun tindak lanjut dari penanganan laporan tersebut nantinya akan dilakukan melalui koordinasi dengan Dinas PPPA/UPTD PPPA di daerah seluruh Indonesia.
Baca juga: Uji Klaim Oki Setiana Dewi, Benarkah Perempuan Sering Lebay?
Layanan yang diberikan yakni pengaduan masyarakat, penjangkauan korban, pengelolaan kasus, penampungan sementara, mediasi, dan pendampingan korban.
Ratna pun menjelaskan, selama ini banyak pihak yang enggan melaporkan kasus KDRT dengan beragam alasan. Beberapa di antaranya takut dengan pelaku KDRT yang merupakan keluarga korban atau menganggap KDRT sebagai masalah rumah tangga.
"Sehingga merupakan aib apabila permasalahan rumah tangganya diketahui oleh lingkungan sekitar,” ujar Ratna.
Ia juga mengatakan terdapat empat kategori bentuk KDRT. Pertama, yakni kekerasan fisik seperti menampar, memukul, menyiksa dengan alat bantu.
Baca juga: Bukan Aib, Ini yang Harus Dilakukan Saat Jadi Korban KDRT
Kedua, kekerasan psikis seperti menghina, melecehkan dengan kata-kata yang merendahkan martabat sebagai manusia, dan selingkuh.
Ketiga, kekerasan seksual seperti pemerkosaan, pelecehan seksual secara verbal, gurauan porno, serta ejekan dengan gerakan tubuh jika kehendak pelaku tidak dituruti korban.
Terakhir, penelantaran rumah tangga di mana akses ekonomi korban dihalang-halangi.
“Dalam melakukan pencegahan KDRT, KemenPPPA membutuhkan dukungan dan kerjasama dari semua pihak, mulai dari tokoh agama, tokoh masyarakat, influencer, publik figur, ataupun tokoh-tokoh lain yang berpengaruh dalam memberikan edukasi ke masyarakat serta lembaga layanan dan tentu saja masyarakat luas," kata Ratna.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.