JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Zaenur Rohman menilai, ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi dana pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) daerah.
Pertama, adalah tidak adanya transparansi dari pemerintah pusat dalam menetapkan daerah yang mendapatkan pinjaman PEN.
“Maka pemerintah daerah kemudian berlomba-lomba untuk mendapatkan mengakses dan mengajukan permohonan (pinjaman) pada pemerintah pusat,” sebut Zaenur kepada Kompas.com, Kamis (3/2/2022).
Faktor kedua, besarnya wewenang yang dimiliki pemerintah pusat dalam menentukan daerah mana saja yang berhak mendapatkan pinjaman. Situasi ini, dinilainya, membuka celah penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh oknum pemerintah pusat.
“Sayangnya ada pejabat di pemerintah pusat memanfaatkan dengan cara menawarkan pengurusan (pinjaman) dengan imbalan tertentu,” ungkap dia.
Baca juga: Sayangkan Permintaan Tito Tak Dilibatkan di Dana PEN, KPK: Padahal Bisa Jadi Filter Korupsi
Ia mengungkapkan, para kepala daerah kemudian berusaha untuk mencari modal guna memudahkan pemberian pinjaman tersebut. Tindakan itu yang selanjutnya menyebabkan terjadinya kasus korupsi baru.
“Karena modal itu kerap kali dicari bukan dari sumber keuangan daerah yang sah. Bisa jadi dengan meminjam dari pemodal, atau dari kantong sendiri,” paparnya.
Zaenur menilai jika kondisi itu terjadi, ketika dana pinjaman PEN Daerah turun, sangat mungkin sebagian dananya diambil untuk biaya ganti modal.
“Nah biasanya tidak mungkin hanya mengambil untuk ganti modal, tapi juga ada biaya keuntungan-keuntungan,” ucap dia.
Oleh karenanya, ia menyarankan, agar pemerintah pusat melalui Kemendagri maupun Kementerian Keuangan menentukan sejak awal daerah mana yang berhak mendapatkan pinjaman PEN.
Sebelum menentukan, ia mengatakan, pemerintah pusat perlu memberikan penilaian secara objektif dan transparan. Pemerintah juga harus melakukan pengawasan ketat atas realisasi dana tersebut.
“Jadi tidak ada lagi pemberian pinjaman PEN daerah yang hanya mengandalkan penilaian subjektif belaka,” pungkasnya.
Diketahui, pasca mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Keuangan Daerah Kemendagri Mochamad Ardian Noervianto ditetapkan sebagai tersangka suap dana pinjaman PEN Kolaka Timur, Mendagri Tito Karnavian bersurat pada Kemenkeu agar pihaknya tidak dilibatkan lagi untuk mengambil keputusan pemberian dana pinjaman PEN daerah.
Informasi itu disampaikan Irjen Kemendagri, Tumpak Haposan Simanjuntak dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Rabu (2/2/2022).
Tumpak mengungkapkan bahwa Kemendagri hanya diberi waktu 3 hari untuk menentukan daerah yang berhak menerima dana pinjaman PEN daerah.