JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Ilham Saputra menuturkan, penyelenggaran pemilu di Indonesia memang beberapa kali menelan korban jiwa.
Ia pun tak memungkiri bahwa penyelenggaraan Pemilu 2019 menjadi salah satu pembelajaran berharga dalam penyelenggaraan pemilu. Sebab, pada saat itu banyak korban meninggal dunia dari petugas Kelompok Panitia Pemungutan Suara (KPPS).
"Pada Pemilu 2004, 2009 dan 2014, juga sudah ada korban dari penyelenggara pemilu, terutama dari teman-teman di KPPS, itu meninggal dunia. Tapi, mungkin tidak sebanyak ketika Pemilu 2019 yang lalu," kata Ilham dalam diskusi Gelora Talks bertajuk "Pemilu 2024: Perbaikan dan Harapan", Rabu (2/2/2022).
Ia mengaku, rumitnya penyelenggaraan pemilu di Indonesia menjadi salah satu penyebab banyaknya korban jiwa yang berjatuhan. Tak sedikit kemudian para petugas KPPS yang kelelahan sehingga menimbulkan korban.
Baca juga: Cegah Jatuhnya Korban Jiwa Saat Pemilu, Perludem Minta Manajemen Teknis Ditata Ulang
Ia pun memastikan bahwa KPU telah mengubah batas usia maksimal 50 tahun bagi petugas KPPS untuk mengantisipasi rentannya petugas mengalami kelelahan.
"Itu kita coba perbaiki pada Pemilihan Kepala Daerah 2020, kita batasi usia," ujarnya.
Selain itu, ia juga mengeklaim bahwa KPU telah membuat sistem informasi rekapitulasi elektronik (Sirekap) dalam pelaksanaan Pilkada 2020.
Namun, diakuinya, penggunaan Sirekap hanya sebatas untuk membantu percepatan kerja KPU dan mempublikasikan hasil penghitungan suara.
Lebih lanjut, Ilham menilai bahwa pemilu di Indonesia sangat rumit terlebih jika dilakukan secara serentak dengan lima kotak. Namun pada akhirnya Undang-Undang (UU) Pemilu tetap berlaku sehingga pemilu serentak akan terlaksana di 2024.
"Tapi, tetap saja, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tetap berlaku sampai saat ini," tutur Ilham.
Baca juga: Khawatir Pemilu 2024 Serentak seperti Pemilu 2019, Fahri Hamzah: Banyak yang Meninggal
Ia menjelaskan, penyelenggaraan pemilu yang ideal harusnya dipisah. Sebagai contoh, ia mengatakan bahwa seharusnya dibuat pemilu lokal dan pemilu nasional.
Hal tersebut diyakini dapat mencegah terjadinya korban jiwa dari petugas akibat kelelahan saat mengawal pelaksanaan pemilu serentak.
"Jadi, ada pemilu lokal dan pemilu nasional. DPD, DPR dan Pilpres itu masuk (pemilu nasional). Kemudian, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, dan Pilkadanya pemilu lokal," pungkas Ilham.
Sebelumnya, dalam kesempatan yang sama, anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini meminta pemerintah dan penyelenggara pemilu memperhatikan sejumlah hal teknis agar Pemilu 2024 serentak berjalan lancar dalam artian tidak menimbulkan korban jiwa.
Titi menyarankan agar Pemilu 2024 ditata ulang terkait manajemen teknisnya. Sehingga, tidak menambah beban kerja para petugas terkhusus KPPS.