Namun, saat itu dia masih tidak memiliki banyak pengalaman kerja. Pilihan kuliah pun datang, tetapi Luchy sadar bahwa biayanya tidak sedikit. Dia teringat akan profesi ayahnya sebagai nelayan musiman.
Nelayan musiman hanya ikut melaut saat musim ikan tertentu atau saat pemilik kapal mengajaknya melaut. Jika tidak melaut, ayah Luchy akan bekerja menjadi buruh harian, dengan penghasilan yang tak menentu. Sementara itu, sang ibu fokus mengurus rumah tangga.
Dari kerumitan masalah tersebut, beruntung salah satu alumni SMK yang berkuliah di Politeknik AUP menyampaikan informasi tentang satuan pendidikan Kementerian Kelautan dan Perikanan (Kementerian KP) tersebut.
Untuk diketahui, Politeknik AUP memiliki program kuota khusus bagi anak nelayan, dengan biaya gratis. Peserta didiknya pun dari berbagai daerah, latar belakang, suku, etnis, dan agama.
Baca juga: Undip Tawarkan Beasiswa bagi Anak Nelayan yang Ingin Kuliah
Mendengar informasi tersebut, akhirnya Luchy memutuskan untuk mendaftar. Setelah mengikuti seleksi fisik dan wawancara, ia bersyukur diterima sebagai taruna Program Studi Permesinan Perikanan.
Selain diterima, Luchy juga tidak perlu menanggung biaya pendidikan, perlengkapan, makan, penginapan, dan berbagai fasilitas, dari sejak mendaftar hingga lulus.
Selama mengikuti pendidikan hingga padatnya jadwal kampus, Luchy tak pernah lupa dengan urusan rohani. Saat libur ia menyempatkan pergi ke klenteng di daerah Sunter, Jakarta Utara (Jakut).
Selain beribadah, Luchy juga memperdalam ilmu agama di sana. Bahkan, ia mendapat bimbingan langsung dari Ketua Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (Matakin) untuk Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta, Js Liem Liliany Lontoh.
Baca juga: Sambut Imlek, Umat Khonghucu di Banyumas Gelar Jamasan Patung Dewa dan Keris
Tak terasa waktu berlalu hingga ia harus berhadapan dengan tugas penelitian akhir. Luchy pun memutuskan kembali ke Bangka, tepatnya di Pelabuhan Perikanan Nusantara Sungailiat Bangka.
Kepulangannya tersebut bukan tanpa alasan. Ia ingin melakukan penelitian terkait analisa kerusakan dan perbaikan poros baling-baling pada kapal nelayan di Bangka.
Setelah merampungkan penelitian, Luchy kemudian lulus dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,46 pada 2021. Ia diwisuda oleh Menteri Kelautan dan Perikanan (Menteri KP) Sakti Wahyu Trenggono secara daring.
Baca juga: Menteri KP Berhasil Raih Top Leader on Digital Implementation 2021
Berbekal keahlian overhaul mesin, welder, analisa kerusakan, perbaikan, dan fabrikasi permesinan serta sertifikat Basic Safety Training dan Ahli Teknika Kapal Penangkap Ikan Tingkat I dari Politeknik AUP, Luchy kembali meninggalkan keluarga dan berangkat ke Batam, Kepulauan Riau.
Ia mendapat pekerjaan sebagai Technical Marine Oil sebuah perusahaan distributor resmi pelumas merk ternama dari Amerika Serikat.
Kemudian Luchy dipindahtugaskan ke Pontianak, Kalimantan Barat (Kalbar), dengan jabatan Sales Engineer hingga kini, yang fokus menangani berbagai jenis kapal.
Baca juga: Perbedaan Data Engineer dan Data Scientist
Luchy merupakan salah satu contoh dari ribuan anak nelayan dan anak pelaku utama kelautan dan perikanan di daerah terpencil, pesisir, dan pulau-pulau terluar dari Sabang sampai Merauke yang terselamatkan pendidikannya.