Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
KILAS

Mengenal PUMMA, Perangkat Pendeteksi Tsunami dari KKP

Kompas.com - 30/01/2022, 14:44 WIB
Erlangga Satya Darmawan,
Sri Noviyanti

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Tsunami yang terjadi akibat erupsi Gunung Tonga di Polinesia, Samudera Pasifik, terdeteksi hingga ke wilayah Indonesia.

Meski begitu, masyarakat diminta untuk tidak panik lantaran tsunami tersebut berskala kecil, yakni dengan ketinggian amplitudo gelombang sejengkal atau tinggi maksimum 40 sentimeter (cm) dan tidak berpotensi memicu kerusakan.

Adapun keberadaan tsunami tersebut berhasil dideteksi oleh Device for Sea Level Measurement (IDSL) atau Perangkat Ukur Murah untuk Muka Air Laut (PUMMA) yang dipasang di sepanjang pesisir selatan Pulau Jawa dan pantai barat Pulau Sumatera.

Peneliti Tsunami dari Pusat Riset Kelautan dan anggota Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Semeidi Husrin mengatakan, PUMMA dilengkapi dengan sistem peringatan otomatis.

Baca juga: Sepekan Tsunami Tonga: Kronologi, Dampak, dan Kondisi Terkini

Saat terjadi anomali pada permukaan air, perangkat tersebut berhasil mendeteksi gelombang tsunami di Pelabuhan Perikanan Prigi, Jawa Timur, Sabtu (15/1/202), pukul 20.14 Waktu Indonesia Barat (WIB).

Peringatan tersebut muncul kurang dari 9 jam, tepatnya 8 jam 47 menit pascaletusan di Pulau Gunung Api, Tonga.

“Diperkirakan kecepatan dari shock waves mencapai 300 meter (m) per detik. Artinya, gelombang tersebut dapat mencapai Indonesia yang berjarak 8.000 kilometer (km) dalam kurun waktu 7 jam. Ini yang menyebabkan gelombang tsunami pertama (meteo-tsunami) tercatat oleh PUMMA kurang dari 9 jam pasca letusan gunung api,” ujar Semeidi dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Minggu (30/1/2022).

Seiring waktu, tambah Semeidi, beberapa tsunami lainnya pun akan tiba di Indonesia. Hal tersebut diprediksi melalui peringatan tsunami yang keluar hingga 36 kali oleh PUMMA.

Karakteristik tsunami

Gelombang tsunami yang terekam jaringan PUMMA bukan tsunami biasa seperti yang selama ini dipahami oleh masyarakat awam ataupun kalangan saintis. Apalagi, mereka yang tidak memahami fenomena tsunami yang terjadi akibat aktivitas gunung api.

Baca juga: Dahsyatnya Letusan Gunung Bawah Laut Tonga Sebabkan Atmosfer Bumi Bergetar

Meski begitu, gelombang tersebut tetap dapat dengan jelas terdeteksi oleh perangkat PUMMA.

Lewat analisis mendalam, tsunami yang terjadi akibat letusan Pulau Gunung Api Tonga terdiri dari dua tipe gelombang.

Analisis gelombang tsunami dari PUMMADok. KKP Analisis gelombang tsunami dari PUMMA

Pertama, ‘meteo-tsunami’ yang terjadi akibat adanya gelombang kejut dari letusan gunung api yang menjalar di atmosfer dan berinteraksi dengan permukaan laut.

Kedua, 'tsunami biasa’ yang menjalar dari Tonga dan terjadi secara hidrodinamika akibat proses terganggunya muka air di lokasi letusan gunung api tersebut.

Menurut Semeidi, istilah meteo-tsunami baru populer dalam kurun 30 tahun terakhir. Istilah tersebut dikenal seiring dengan banyaknya kejadian serupa di berbagai belahan dunia.

“Sama dengan istilah tsunami yang berasal dari Jepang. Istilah meteo-tsunami pertama kali dikemukakan oleh peneliti Jepang, yakni Nomitsu pada 1935. Istilah meteo-tsunami muncul karena berbagai persamaan dari karakteristik gelombang tersebut dengan tsunami biasa. Hanya penyebabnya saja yang berbeda,” jelas Semeidi.

Baca juga: 7 Tsunami Terbesar di Dunia, Ada yang Dari Indonesia

Halaman:


Terkini Lainnya

Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Nasional
Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Nasional
Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Nasional
CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

Nasional
PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

Nasional
Prabowo-Titiek Soeharto Hadiri Acara Ulang Tahun Istri Wismoyo Arismunandar, Ada Wiranto-Hendropriyono

Prabowo-Titiek Soeharto Hadiri Acara Ulang Tahun Istri Wismoyo Arismunandar, Ada Wiranto-Hendropriyono

Nasional
Banyak Catatan, DPR Dorong Revisi UU Pemilu Awal Periode 2024-2029

Banyak Catatan, DPR Dorong Revisi UU Pemilu Awal Periode 2024-2029

Nasional
Pakar Ragu UU Lembaga Kepresidenan Terwujud jika Tak Ada Oposisi

Pakar Ragu UU Lembaga Kepresidenan Terwujud jika Tak Ada Oposisi

Nasional
Istana Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo-Gibran Semalam Atas Inisiatif Prabowo

Istana Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo-Gibran Semalam Atas Inisiatif Prabowo

Nasional
Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Nasional
Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Nasional
CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

Nasional
Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Nasional
Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com