JAKARTA, KOMPAS.com - Pelaksanaan pembelajaran tatap muka (PTM) secara 100 persen saat ini terus menjadi sorotan.
Hal itu seiring dengan kasus Covid-19 yang mulai merangkak naik dalam beberapa waktu terakhir.
Sejumlah kasus Covid-19 pun mulai ditemukan di sekolah-sekolah.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mencatat ada 90 sekolah yang sudah ditutup akibat ditemukannya kasus Covid-19 hingga 22 Januari 2022.
Di sisi lain, penularan Covid-19 terus mengalami peningkatan.
Pemerintah melaporkan penambahan 9.905 kasus baru Covid-19 dalam 24 jam terakhir per Jumat (28/1/2022).
Baca juga: KPAI Minta Orang Tua dan Anak Tetap Diberi Pilihan Melakukan PTM atau Pembelajaran Jarak Jauh
Maka, hingga Jumat total kasus Covid-19 di Tanah Air berjumlah 4.319.175.
Kemudian, ada penambahan 7 kasus kematian akibat Covid-19. Dengan demikian, pasien Covid-19 yang meninggal dunia jadi 144.268 jiwa.
Adapun kasus aktif juga bertambah sebanyak 7.870 kasus sehingga secara total saat ini terdapat 43.574 kasus aktif Covid-19 di Indonesia.
Sementara itu, secara kumulatif, kasus sembuh dari Covid-19 bertambah 2.028 sehingga totalnya menjadi 4.131.333 kasus.
Mencermati situasi pandemi yang berkembang, Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru (P2G) meyakini bahwa saat ini kasus Covid-19 di Provinsi DKI Jakarta tak hanya terjadi di 90 sekolah.
Koordinator Nasional P2G Satriwan Salim pun meminta agar pemerintah tak lagi menerapkan PTM secara penuh 100 persen.
Baca juga: Kasus Covid-19 Meningkat, Pimpinan Komisi X Minta Keputusan Evaluasi PTM Libatkan Daerah
Satriawan mengatakan, di tengan lonjakan kasus harian Covid-19 saat ini, penerapan PTM baiknya di tekan menjadi 50 persen.
"Di tengah Omicron yang memuncak seperti ini kami meminta kepala daerah, Gubernur DKI misalnya, untuk mengembalikan skema PTM terbatas 50 persen. Jadi jangan masuk 100 persen," jelas Satriawan kepada Kompas.com, Jumat.
Satriawan mengatakan, seharusnya negara bertanggung jawab dan bisa menjamin kondisi kesehatan anak-anak saat mereka bersekolah.
Salah satunya dengan menggencarkan testing melalui uji usap (swab test) PCR di sekolah-sekolah.
Di sisi lain, Satriawan mengatakan, model kebijakan menutup sekolah apabila ditemukan kasus positif saat PTM berlangsung sebenarnya tak efektif.
Pasalnya, P2G meyakini pada dua bulan ke depan, angka siswa dan guru yang positif Covid-19 bakal terus meningkat.
Baca juga: Gerak Cepat Pemkot Tangerang, Batalkan PTM 100 Persen saat Kasus Covid-19 Melonjak
"Sebab, sekolah yang sudah dua kali siswa atau gurunya positif Covid-19, mereka sudah lakukan PTM dan PJJ (pembelajaran jarak jauh) dua kali juga: buka, tutup, buka lagi, tutup lagi. Nah, apakah mau seperti ini terus," tandas Satriawan.
Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Piprim Basarah Yanuarso mengatakan, sudah saatnya pemerintah menarik rem darurat untuk menekan penyebaran kasus Covid-19.
Piprim menyarankan agar pemerintah menerapkan pembelajaran jarak jauh (PJJ) secara serentak selama dua pekan sebagai upaya menekan penularan virus.
"Ini kan kenaikannya di atas 8 persen positivity rate, jadi kita perlu menekan rem darurat, 2 minggu ke depan bagusnya PJJ serentak," kata Piprim saat dihubungi Kompas.com, Jumat.
"Jangan ada buka tutup buka tutup, itu juga enggak efektif secara umum," sambungnya
Piprim mengatakan, kasus Covid-19 pada anak mengalami peningkatan dalam beberapa hari terakhir. Namun, pasien anak yang terpapar Covid-19 tersebut tidak diketahui terinfeksi varian Omicron atau varian lainnya.
Baca juga: 88 dari 90 Sekolah yang Ditutup akibat Temuan Kasus Covid-19 Sudah Dibuka Kembali
Sebab, pemeriksaan sampel Covid-19 dengan whole genome sequencing (WGS) hanya dilakukan terhadap pasien yang memiliki gejala berat.