Namun, semua keraguan Soeharto akhirnya sirna. Rupanya, orang tua Hartinah tak memandang latar belakang Soeharto dan langsung menyetujui lamaran perwira muda itu.
Bahkan, dari banyak lamaran yang diajukan pada Hartinah, hanya Soeharto yang berhasil memikat hati perempuan kelahiran Surakarta, 23 Agustus 1923 itu.
Pernikahan pun dilangsungkan pada 26 Desember 1947 di Solo.
Pernikahan itu disaksikan keluarga dan teman-teman Hartinah. Cukup banyak jumlah tamu dari keluarga Soemoharjono yang datang.
Sementara Soeharto hanya datang bersama sepupunya, Sulardi, dan kakaknya.
Baca juga: Harmoko, Patahnya Palu Sidang MPR, dan Lengsernya Soeharto
Resepsi dilakuan pada malam harinya. Sederhana saja, hanya diterangi lampu dan beberapa lilin yang redup.
Malam pertama Soeharto dan Hartinah pun dibatasi dengan jam malam karena khawatir akan serangan Belanda.
Tak ada bulan madu bagi Soeharto dan Hartinah. Sebab, tiga hari setelah pernikahan, mantan Panglima Kostrad itu harus kembali ke Yogyakarta untuk berdinas.
Dia memboyong sang istri. Mereka pun tinggal di Jalan Merbabu Nomor 2, Yogyakarta.
Seminggu setelah itu, Soeharto harus meninggalkan sang istri karena ditugaskan ke Ambarawa untuk menghadapi serangan Belanda dari Semarang.
Meski berat, Soeharto mau tak mau harus meninggalkan istri tercintanya untuk mengemban tugas negara, bahkan selama tiga bulan.
Sebagai istri prajurit, Ibu Tien harus terbiasa hidup mandiri. Meski jarak kerap memisahkan keduanya, kasih Soeharto kepada istrinya begitu besar.
Hal ini salah satunya terlihat ketika Soeharto tampil membela proyek pembangunan Taman Mini Indonesia Indah (TMII) yang digagas Tien.
Baca juga: Firasat Harmoko, Tuntutan Reformasi, hingga Mundurnya Soeharto
Sebagaimana diketahui, pembanggunan TMII kala itu banyak diprotes karena dianggap tak bermanfaat dan mubazir.
Setelah sepuh, Soeharto dan Tien sering menghabiskan waktu di TMII hingga maut memisahkan mereka.
Pada 28 April 1996, Ibu Tien meninggal dunia. Soeharto pun larut dalam kesedihan yang mendalam.
Untuk melepas rindu dengan belahan jiwanya, Soeharto kerap meminta anak-anaknya untuk mengantar dia ke TMII.
Baca juga: Soeharto Pernah Minta Muhammadiyah Jadi Partai Politik, tapi Ditolak Ketum
Di sana, Soeharto hanya duduk terdiam dan memegang tongkat jalannya. Itulah momen Soeharto begitu merindukan mendiang istrinya.
"Walau bicaranya sudah tidak jelas, tapi saya bisa mengerti isi perkataan beliau. Pak Harto bilang, 'Saya rindu pada Ibu. Dan setiap saya merindukan Ibu, Taman Mini ini yang membuat kerinduan saya terobati'," kata Bambang Sutanto, mantan pimpinan TMII, menirukan ucapan Soeharto.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.