JAKARTA, KOMPAS.com - Dua mantan anggota Tim Pemeriksa Pajak di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menghadiri sidang perdanya sebagai terdakwa kasus dugaan korupsi.
Keduanya adalah Wawan Ridwan yang kini menduduki jabatan sebagai Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bantaeng, Sulawesi Selatan, dan Alfred Simanjuntak sebagai Pemeriksa Pajak di Kantor Wilayah DJP Jawa Barat II.
Sidang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (26/1/2022).
Baca juga: Anak Eks Pejabat Ditjen Pajak Diduga Turut Cuci Uang: Beli Jam Tangan Senilai Hampir Rp 900 Juta
Jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membacakan dakwaannya lebih kurang selama 3 jam.
Wawan dan Alfred didakwa menerima suap dan gratifikasi dari sejumlah pihak yang diduga untuk merekayasa nilai pajak.
Tak berhenti di situ, Wawan, juga diduga melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan melibatkan anak kandungnya.
Bahkan, aliran uang disebut jaksa sampai ke mantan pramugari Garuda Indonesia, Siwi Widi Purwanti.
Jaksa menyebut Wawan dan Alfred menerima suap masing-masing senilai 606.250 dollar Singapura atau senilai Rp 6,4 miliar.
Suap itu diterima dari tiga pihak, yaitu PT Bank Pan Indonesia (Panin), PT Jhonlin Baratama (JB), dan PT Gunung Madu Plantations (GMP).
Baca juga: Foto AHY Jadi Sorotan karena Pakai Rompi Militer di Samping Unimog, Demokrat: Kebetulan Saja
Disebut jaksa, PT Bank Pan Indonesia melalui kuasanya Veronika Lindawati meminta agar kewajiban pajaknya pada tahun 2017 yang semula berada di angka Rp 900 juta diturunkan menjadi Rp 300 juta.
Veronika menjanjikan commitment fee senilai Rp 25 miliar untuk pekerjaan itu. Namun, akhirnya uang yang diterima tim pemeriksa pajak hanya Rp 5 miliar.
Karena tak sesuai dengan perjanjian, uang itu akhirnya diberikan kepada Angin Prayitno selaku Direktur Pemeriksaan dan Penagihan DJP.
Kemudian PT JB melalui konsultan pajaknya, yaitu Agus Susetyo, meminta agar tim pemeriksa pajak melakukan rekayasa atas nilai kekurangan bayar pajak.
Mulanya tim pemeriksa pajak menyebut ada kekurangan bayar pajak Rp 19,049 miliar. Namun, Agus meminta agar nilai itu direkayasa menjadi hanya Rp 10 miliar.
Agus lantas memberikan commitment fee senilai 3,5 juta dollar Singapura. Uang itu dibagi rata.
Baca juga: Kronologi Dugaan Suap Rekayasa Pajak yang Dilakukan 2 Mantan Pejabat Ditjen Pajak
Wawan dan Alfred disebut menerima bagian 437.500 dollar Singapura atau senilai Rp 4,6 miliar.
Terakhir, keduanya disebut jaksa menerima 168.750 dollar Singapura dari konsultan pajak PT GMP, Ryan Ahmad Ronas dan Aulia Imran.
Ryan dan Aulia meminta tim pemeriksa pajak membuat nilai kewajiban pajak PT GMP bernilai Rp 19,8 miliar.
Baca juga: Selain Suap, 2 Eks Pejabat Ditjen Pajak Juga Didakwa Terima Gratifikasi Rp 2,4 Miliar
Keduanya kemudian memberi uang senilai Rp 15 miliar yang ditukar dalam bentuk valas.
Tim pemeriksa pajak bahkan memberi bagian Rp 1,5 miliar untuk Ryan dan Aulia terkait pekerjaan ini.
Jaksa mendakwa Wawan dan Alfred dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP Jo Pasal 66 Ayat (1) KUHP.
Gratifikasi senilai Rp 2,4 miliar
Wawan dan Alfred juga disebut menerima gratifikasi dengan nilai masing-masing Rp 2,4 miliar.
Jaksa menyebut gratifikasi itu diterima dari sembilan pihak yang berbeda.
Sembilan pihak itu adalah PT Sahung Brantas Energi, PT Rigunas Agri Utama, CV Perjuangan Steel, dan PT Indolampung Perkasa.
Kemudian PT Esta Indonesia, PT Walet Kembar Lestari, PT Link Net, PT Gunung Madu Plantations (GMP), dan pemberian dari individu bernama Ridwan Pribadi.
Baca juga: Risma Lockdown Kantor Pusat Kemensos, 60 Pegawai Positif Covid-19
“Terhadap penerimaan gratifikasi sejumlah uang dan fasilitas, para terdakwa tidak melaporkannya pada KPK dalam tenggang waktu 30 hari,” kata jaksa.
“Padahal, penerimaan itu tanpa alasan dan hak yang sah menurut hukum,” jelasnya.
Maka, jaksa mendakwa keduanya dengan Pasal 12B UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP.
Jaksa menduga Wawan melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang melibatkan anak kandungnya, Muhammad Farsha Kautsar.
Wawan diduga meletakkan sejumlah uang dan melakukan pembelian serta pemberian sejumlah uang dengan menggunakan rekening Farsha.
Dari rekening Farsha terdapat 21 kali transfer uang ke rekening Siwi Widi Purwanti. Jumlahnya mencapai ratusan juta rupiah.
“Jumlahnya mencapai Rp 647.850.000,” ungkap jaksa.
Selain itu, Farsha juga membeli jam tangan senilai Rp 888.830.000, hingga dua mobil mewah, yaitu Mitsubishi Outlander dan Mercedes-Benz C300 Coupe.
“Pembelian (mobil) dengan nilai Rp 1,379 miliar,” sebut jaksa.
Jaksa menilai tak mungkin uang itu merupakan milik Farsha pribadi karena belum bekerja. Ia saat ini diketahui masih berstatus sebagai mahasiswa.
Atas perbuatannya, jaksa mendakwa Wawan dengan Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 66 Ayat (1) KUHP.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.