Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ada 16 Pengaduan Masyarakat yang Diterima Polisi soal Dugaan Ujaran Kebencian Edy Mulyadi

Kompas.com - 26/01/2022, 14:09 WIB
Fitria Chusna Farisa

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri, Brigjen Ahmad Ramadhan mengatakan, ada 16 pengaduan masyarakat yang diterima polisi terkait kasus dugaan ujaran kebencian Edy Mulyadi.

Selain itu, ada 18 pernyataan sikap terkait pernyataan Edy mengenai lokasi Ibu Kota Negara (IKN) baru di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.

"Kami Polri meminta masyarakat kita imbau untuk tenang dan percayakan penanganannya kasus ini kepada Polri," kata Ramadhan kepada wartawan, Selasa (25/1/2022).

Baca juga: Kasus Ujaran Kebencian Edy Mulyadi Naik ke Tahap Penyidikan, Polri Kirim SPDP ke Kejagung

Tak hanya pengaduan dan pernyataan sikap, polisi juga setidaknya menerima 4 laporan terkait Edy di tingkat Mabes dan Polda.

Dua laporan diterima di Bareskrim Polri, kemudian masing-masing satu laporan di Polda Sulawesi Utara dan Polda Kalimantan Timur.

Semua laporan itu, kata Ramadhan, akan didalami oleh pihak kepolisian.

"Semua laporan polisi, pengaduan dan pernyataan sikap dari berbagai elemen masyarakat akan dilakukan penyelidikan dan penyidik oleh Bareskrim Polri. Ini terkait dengan pelaku yang sama saudara EM (Edy Mulyadi)," ujarnya.

Terbaru, polisi menaikkan kasus dugaan ujaran kebencian Edy ke tahap penyidikan. Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengatakan, keputusan ini berdasar hasil gelar perkara yang dilakukan penyidik.

"Berdasarkan hasil gelar perkara oleh penyidik, disimpulkan bahwa perkara ujaran kebencian oleh EM telah ditingkatkan statusnya dari tahap penyelidikan ke penyidikan," kata Dedi saat dikonfirmasi, Rabu (26/1/2022).

Baca juga: Minta Polri Usut Pernyataan Edy Mulyadi, Majelis Adat Dayak: Jangan Biarkan Masyarakat Bertindak Sendiri

Menurut Dedi, sebelum gelar perkara, penyidik sudah memeriksa 20 saksi terdiri dari 15 saksi dan 5 saksi ahli.

Dikutip dari Tribunnews.com, kasus ini bermula dari pernyataan Edy Mulyadi yang menolak ibu kota dipindahkan dari Jakarta ke ke Kalimantan Timur. Edy menyebut lokasi ibu kota negara baru dengan istilah "tempat jin buang anak".

Dalam video yang beredar, Edy mengkritik dan mengatakan bahwa lahan ibu kota negara baru tak strategis dan tidak cocok untuk berinvestasi.

"Bisa memahami enggak, ini ada tempat elite punya sendiri yang harganya mahal punya gedung sendirian, lalu dijual pindah ke tempat jin buang anak," ujar Edy dalam video di kanal YouTube Mimbar Tube, seperti dikutip Tribunnews.com.

Dalam kesempatan yang sama, Edy juga menyebut Menteri Pertahanan sekaligus Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto seperti "macan yang jadi mengeong".

Pernyataan Edy itu pun menuai kritik. Ia lantas meminta maaf dan memberikan klarifikasi.

Baca juga: Terbukti Lakukan Ujaran Kebencian, Yahya Waloni Divonis 5 Bulan Penjara

Menurut Edy, istilah "tempat jin buang anak" yang ia pakai menandakan suatu tempat yang jauh dan terpencil.

“Nah di Jakarta, tempat jin buang anak itu untuk menggambarkan tempat yang jauh,” kata Edy, dikutip dari akun YouTube Bang Edy Channel pada Senin (24/1/2022).

Edy menilai ada pihak yang berupaya memainkan isu tersebut hingga menjadi ramai.
Ia pun menegaskan bahwa pernyataannya itu tidak ada niatan untuk merendahkan dan menghina pihak tertentu.

“Itu mau dianggap salah, tidak salah, saya tetap minta maaf,” kata Edy.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bicara Posisi Politik PDI-P, Komarudin Watubun: Tak Harus dalam Satu Gerbong, Harus Ada Teman yang Mengingatkan

Bicara Posisi Politik PDI-P, Komarudin Watubun: Tak Harus dalam Satu Gerbong, Harus Ada Teman yang Mengingatkan

Nasional
Anggota Komisi II DPR Nilai Perlu Ada Revisi UU Pemilu Terkait Aturan Cuti Kampanye Pejabat Negara

Anggota Komisi II DPR Nilai Perlu Ada Revisi UU Pemilu Terkait Aturan Cuti Kampanye Pejabat Negara

Nasional
Proses di PTUN Masih Berjalan, PDI-P Minta KPU Tunda Penetapan Prabowo-Gibran

Proses di PTUN Masih Berjalan, PDI-P Minta KPU Tunda Penetapan Prabowo-Gibran

Nasional
DKPP Verifikasi Aduan Dugaan Ketua KPU Goda Anggota PPLN

DKPP Verifikasi Aduan Dugaan Ketua KPU Goda Anggota PPLN

Nasional
Kasus Eddy Hiariej Dinilai Mandek, ICW Minta Pimpinan KPK Panggil Jajaran Kedeputian Penindakan

Kasus Eddy Hiariej Dinilai Mandek, ICW Minta Pimpinan KPK Panggil Jajaran Kedeputian Penindakan

Nasional
KPU Undang Jokowi Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran Besok

KPU Undang Jokowi Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran Besok

Nasional
Cak Imin Mengaku Belum Dapat Undangan KPU untuk Penetapan Prabowo-Gibran

Cak Imin Mengaku Belum Dapat Undangan KPU untuk Penetapan Prabowo-Gibran

Nasional
Tentara AS Meninggal Saat Tinjau Tempat Latihan Super Garuda Shield di Hutan Karawang

Tentara AS Meninggal Saat Tinjau Tempat Latihan Super Garuda Shield di Hutan Karawang

Nasional
DKPP Terima 200 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu Selama 4 Bulan Terakhir

DKPP Terima 200 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu Selama 4 Bulan Terakhir

Nasional
Nasdem-PKB Sepakat Tutup Buku Lama, Buka Lembaran Baru

Nasdem-PKB Sepakat Tutup Buku Lama, Buka Lembaran Baru

Nasional
Tentara AS Hilang di Hutan Karawang, Ditemukan Meninggal Dunia

Tentara AS Hilang di Hutan Karawang, Ditemukan Meninggal Dunia

Nasional
Lihat Sikap Megawati, Ketua DPP Prediksi PDI-P Bakal di Luar Pemerintahan Prabowo

Lihat Sikap Megawati, Ketua DPP Prediksi PDI-P Bakal di Luar Pemerintahan Prabowo

Nasional
PDI-P Harap Pilkada 2024 Adil, Tanpa 'Abuse of Power'

PDI-P Harap Pilkada 2024 Adil, Tanpa "Abuse of Power"

Nasional
PKS Belum Tentukan Langkah Politik, Jadi Koalisi atau Oposisi Pemerintahan Prabowo-Gibran

PKS Belum Tentukan Langkah Politik, Jadi Koalisi atau Oposisi Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
KPK Duga Biaya Distribusi APD Saat Covid-19 Terlalu Mahal

KPK Duga Biaya Distribusi APD Saat Covid-19 Terlalu Mahal

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com