JAKARTA, KOMPAS.com – Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyambut baik penandatanganan perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Singapura.
Sigit mengatakan, adanya perjanjian kedua negara akan mengoptimalkan penegakan hukum serta pemberantasan kejahatan lintas negara atau transnasional.
"Dalam proses penegakan hukum, hal itu akan semakin mengoptimalkan pencegahan serta pengungkapan kasus kejahatan transnasional ke depannya," kata Sigit dalam keterangan tertulis, Rabu (26/1/2022).
Baca juga: Perjanjian Ekstradisi Diteken, Koruptor hingga Teroris Tak Lagi Bisa Bersembunyi di Singapura
Mantan Kapolda Banten ini menjelaskan, modus-modus kejahatan juga berkembang di tengah perkembangan zaman.
Ia menyebutkan, di era digital pelaku kejahatan juga sudah mulai memanfaatkan perkembangan teknologi.
Menurutnya, dengan memanfaatkan teknologi pelaku, kejahatan bisa bergerak tanpa melihat batas negara.
Maka itu, diperlukan adanya kerjasama dan sinergitas antar-negara dalam pencegahan dan pemberantasan kejahatan transnasional.
Selain itu, Sigit menekankan, perjanjian ekstradisi antara kedua negara juga menjawab tantangan dari perkembangan lingkungan strategis yang terus berubah dengan cepat dan tidak menentu.
Baca juga: MAKI Berharap Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura Tak Hanya di Atas Kertas
Perjanjian ekstradisi itu, lanjut Sigit, akan meningkatkan peran dari kepolisian dalam rangka penegakan hukum di kasus tindak pidana korupsi, pencucian uang, suap, perbankan, narkotika, hingga terorisme dan yang lainnya.
"Semangat perjanjian ekstradisi tersebut sejalan dengan komitmen Polri dalam rangka menjalankan tugasnya sebagai aparat penegak hukum di Indonesia. Serta mencegah adanya gangguan stabilitas keamanan," ucap Sigit.
Lebih lanjut, Sigit menyampaikan saat ini Polri sedang membentuk Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortas).
Ia menjelaskan, selain pencegahan, Kortas itu nantinya akan memperkuat kerjasama hubungan internasional hingga tracing recovery asset.
"Dengan adanya upaya pencegahan tindak pidana korupsi hal itu menghindari terjadinya kerugian negara. Selain itu, untuk pemulihan kerugian negara yang diakibatkan dari praktik korupsi, maka akan dilakukan tracing dan recovery asset," tutur Sigit.
Baca juga: KPK Nilai Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura Beri Dukungan terhadap Pemberantasan Korupsi
Diberitakan sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly telah menandatangani perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura, di Bintan, Kepulauan Riau.
Perjanjian itu disebut dapat mencegah dan memberantas tindak pidana yang bersifat lintas batas negara seperti korupsi, narkotika, dan terorisme.
Yasonna menjelaskan, perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura memiliki masa retroaktif atau berlaku surut terhitung tanggal diundangkannya atau berlaku selama 18 tahun ke belakang.
Baca juga: Resmi Ditandatangani, Begini Lini Masa Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura
Hal tersebut, sesuai dengan ketentuan maksimal kedaluwarsa sebagaimana diatur dalam Pasal 78 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia.
“Selain masa rektroaktif, Perjanjian Ekstradisi ini juga menyepakati bahwa penentuan kewarganegaraan pelaku tindak pidana ditentukan pada saat tindak pidana dilakukan," ungkap Yasonna, melalui keterangan pers, Selasa (25/1/2022).
"Hal ini, untuk mencegah privilege yang mungkin timbul akibat pergantian kewarganegaraan dari pelaku tindak pidana guna menghindari proses hukum terhadap dirinya,” kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.