"Hanya saja bila dikelola oleh negara lain menunjukkan ketidak-mampuan negara tesebut dalam pengelolaan FIR yang tunduk pada kedaulatannya," kata Hikmahanto.
Sehingga dari sisi Indonesia muncul sejumlah pertanyaan atas perjanjian penyesuaian FIR.
Antara lain, apakah hingga saat ini Indonesia belum dapat mengelola FIR diatas Kepulauan Riau.
Kemudian, apakah butuh 25 tahun lagi untuk akhirnya bisa melakukannya.
Ataukah 25 tahun tersebut mungkin tidak mencukupi sehingga perlu untuk diperpanjang lagi.
Baca juga: Pernyataan Bupati Langkat soal Kerangkeng untuk Rehabilitasi Dimentahkan BNN
"Lalu menjadi pertanyaan dimanakah kehormatan (dignity) Indonesia sebagai negara besar bila tidak mampu mengelola FIR diatas wilayah kedaulatannya dan menjamin keselamatan penerbangan berbagai pesawat udara," tutur Hikmahanto.
"Apakah Indonesia rela bila Changi terus berkembang secara komersial karena FIR diatas Kepulauan Riau dipegang oleh Singapura dan tidak Soekarno Hatta?" tanya Hikmahanto.
Berbagai pertanyaan ini yang mungkin akan ditanyakan oleh Komisi I DPR saat Perjanjian Penyesuaian FIR dibahas untuk pengesahan," tambahnya.
Sebelumnya, pemerintah Indonesia dan pemerintah Singapura meneken persetujuan lintas batas atau Flight Information Region (FIR) Jakarta – Singapura pada Selasa (25/1/2022).
Penandatanganan tersebut dilakukan Menteri Perhubungan Republik Indonesia dan Menteri Transportasi Singapura di hadapan Presiden RI Joko Widodo dan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong di Bintan.
Dilansir dari siaran pers di laman resmi Kemenko Marves, Rabu, penandatanganan persetujuan ini menandakan telah selesainya negosiasi bilateral Indonesia – Singapura untuk penyesuaian batas wilayah informasi penerbangan atau realignment Flight Information Region – FIR sesuai hukum internasional.
Sehingga akhirnya mengelola navigasi udara di atas wilayah Kepulauan Riau dan Natuna bisa dilakukan Indonesia.
Sebelumnya, negosiasi realignment FIR sendiri telah dilakukan Indonesia dan Singapura sejak 1990-an.