JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Kesehatan bakal menambah jumlah imunisasi rutin menjadi 14 jenis vaksin dari yang sebelumnya 11.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menjelaskan, penambahan jenis vaksin dalam imunisasi rutin tersebut merupakan bagian dari upaya peningkatan layanan promotif dan preventif pada penerapan Kebutuhan Dasar Kesehatan (KDK).
Salah satu vaksin yang bakal dimasukkan di dalam program imunisasi rutin yakni vaksin kanker serviks atau Human Papilloma Virus (HPV).
"Kami akan wajibkan vaksinasi kanker serviks, untuk mencegah agar tidak terkena kanker diujung nanti. Jadi lebih baik kita melakukan pencegahan agar hidup lebih produktif," ujar Budi ketika melakukan rapat kerja dengan Komisi IX DPR RI, Selasa (25/1/2022).
Baca juga: Wamenkes: 115 Daerah Mulai Vaksinasi Covid-19 Anak 6-11 Tahun
Mantan Wakil Menteri BUMN tersebut menjelaskan, salah satu alasan memasukkan imunisasi HPV dalam daftar program imunisasi rutin lantaran kanker serviks merupakan salah satu penyakit yang paling banyak membuat perempuan Indonesia meninggal dunia.
Ia pun mengatakan, dengan melakukan tindakan promotif dan preventif tersebut, pengeluaran negara juga menjadi lebih hemat.
"Karena memberi vaksinasi anti kanker serviks lebih murah ketimbang merawat ibu atau wanita yang sudah terkena kanker serviks nanti sesudah tahapnya lanjut," ucap Budi.
Selain imunisasi kanker serviks, Kemenkes juga bakal menambah imunisasi Pneumococcal Conjugate Vaccine (PCV) untuk mencegah pneumonia dan Rotavirus untuk mencegah diare.
Baca juga: Warga Non-lansia Bisa Dapat Vaksin Booster, Ini Syaratnya
Pasalnya, kedua penyakit tersebut sangat rentan menginfeksi bayi di bawah usia di bawah 2 tahun.
"Kalau kena infeksi, semua asupan dari bayi ini akan beralih untuk digunakan tubuh untuk menangkal infeksi sehingga berkemungkinan terkena stunting, dan kalau kena stuntung kita ketahui IQ anak-anak bisa turun hingga 20 persen," kata Budi.
Ia pun menjelaskan, dengan meningkatkan peran promotif dan preventif, salah satunya lewat perluasan program imunisasi rutin dilakukan agar masyarakat lebih nyaman dan tidak mudah sakit. Meski dari sisi biaya yang dikeluarkan oleh negara juga menjadi lebih murah.
Berdasarkan asumsi perhitungan biaya yang dilakukan oleh Kemenkes, tambahan dana yang diperlukan untuk tindakan promotif dan preventif tersebut mencapai Rp 1,78 triliun per tahun.
"Kalau dibandingkan dengan biaya penanganan penyakit katastropik, seperti biaya untuk jantung yang mencapai Rp 10 triliun atau kanker mencapai Rp 3,5 triliun, tambahan ini cakupannya lebih luas, membuat masyarakat hidup lebih nyaman, dan ini sudah dibicarakan dengan Kemenkeu," ujar Budi.
"Jadi kebijakan Kemenkes akan lebih banyak mengarah pada kebijakan promotif dan preventif, termasuk anggaran agar rakyat hidup lebih sehat dan bukan hanya mengobati yang sakit," tandas dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.