JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri Benni Irwan mendukung pengusutan dugaan penyiksaan dan perbudakan manusia oleh tersangka kasus korupsi Bupati Nonaktif Langkat, Terbit Rencana Perangin-Angin.
Benni menegaskan, Kemendagri menyerahkan kasus itu sepenuhnya kepada aparat penegak hukum.
"Kemendagri mendukung proses pengusutan yang sedang dilakukan saat ini dan menyerahkan sepenuhnya proses hukum lebih lanjut kepada aparat penegak hukum," kata Benni dalam keterangannya kepada wartawan, Selasa (25/1/2022).
Baca juga: Kesaksian 2 Penghuni Kerangkeng di Rumah Bupati Nonaktif Langkat, Berharap Sembuh dan Dipekerjakan
Staf Khusus Menteri Dalam Negeri Bidang Politik dan Media Kastorius Sinaga menyatakan, kasus dugaan perbudakan manusia oleh Terbit Rencana Perangin-angin merupakan persoalan serius dan memprihatinkan.
Kastorius pun meminta kasus tersebut ditindaklanjuti penegak hukum sesuai ketentuan yang berlaku.
"Temuan tentang kerangkeng di rumah pribadi Bupati Langkat merupakan persoalan serius, memprihatinkan, dan sangat tepat ditindak lanjuti aparat penegak hukum sesuai aturan yang berlaku," ucapnya.
Bertalian dengan itu, Kastorius mengatakan Kemendagri akan terus memperkuat pembinaan dan pengawasan kepada daerah secara berjenjang.
Dalam hal ini, gubernur selaku wakil pemerintah pusat (GWPP) melakukan pembinaan dan pengawasan ke semua bupati dan walikota di daerah masing-masing.
"Agar praktik tata kelola pemerintah daerah serta utamanya kualitas kepemipinan kepala daerah di daerah semakin mumpuni sesuai dengan semangat otonomi daerah dalam UU Nomor 23 Tahun 2014," kata dia.
Baca juga: Begini Penampakan Kerangkeng Manusia di Rumah Bupati Langkat
Namun, ia menegaskan, kasus yang menjerat Terbit Rencana Perangin-Angin merupakan peristiwa yang spesifik, sehingga tidak dapat digeneralisasi ke daerah lainnya.
Diberitakan, Terbit Rencana Perangin-Angin yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK diduga melakukan kejahatan lain berupa perbudakan terhadap puluhan manusia.
Di dalam rumahnya, ditemukan dua ruangan mirip penjara berisi sekitar 40 orang yang diduga mengalami penyiksaan dan perbudakan di perkebunan sawitnya. Hal ini berdasarkan laporan lembaga swadaya masyarakat (LSM) Migrant Care.
"Kerangkeng penjara itu digunakan untuk menampung pekerja mereka setelah mereka bekerja. Dijadikan kerangkeng untuk para pekerja sawit di ladangnya," ujar Ketua Migrant Care Anis Hidayah kepada wartawan, Senin (24/1/2022).
Baca juga: Bupati Langkat Punya Kerangkeng Manusia, Komnas HAM: Model Macam Ini Baru Sekarang Terjadi
Anis menyebutkan, para pekerja setidaknya bekerja 10 jam setiap hari mulai pukul 08.00 sampai 18.00.
Setelah dimasukkan ke kerangkeng selepas kerja, mereka tidak memiliki akses untuk ke mana-mana dan hanya diberi makan dua kali sehari secara tidak layak.
"Mereka tentu tidak punya akses komunikasi dengan pihak luar. Mereka mengalami penyiksaan, dipukul, lebam, dan luka. Selama bekerja, mereka tidak pernah menerima gaji," kata dia.
Migrant Care menyatakan, situasi ini jelas bertentangan dengan hak asasi manusia, prinsip-prinsip pekerjaan layak yang berbasis HAM, dan prinsip antipenyiksaan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.