JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komnas HAM Muhammad Choirul Anam mengakui bahwa kasus dugaan kepemilikan kerangkeng manusia oleh Bupati nonaktif Langkat Terbit Rencana Perangin Angin merupakan kasus tak biasa.
"Sepanjang pengalaman kami, model kayak begini baru kali ini, minimal sepanjang pengalaman saya di Komnas HAM dan kehidupan HAM," ujar Anam kepada Kompas.com pada Selasa (25/1/2022).
"Siapa pun di Indonesia ini kan tidak boleh memiliki otoritas untuk memenjarakan orang atas nama apa punn dan siapa pun," lanjutnya.
Baca juga: Terkuaknya Kerangkeng Manusia Milik Bupati Nonaktif Langkat yang Terjaring OTT KPK
Komnas HAM mengaku akan segera mengirim tim investigasi ke Langkat guna melakukan investigasi.
Investigasi lebih jauh perlu dilakukan karena masih ada sejumlah tanda tanya yang belum dapat dijawab dari keberadaan kerangkeng manusia ini.
Misalnya, mengenai jumlah pasti pekerja yang dikurung di sana, dari mana asal mereka, sejak kapan perlakuan itu mereka terima, hingga keterkaitan Terbit sebagai Bupati Langkat nonaktif dengan perkebunan sawit.
Hingga sekarang, berdasarkan laporan dari Migrant Care kepada Komnas HAM, Senin (24/1/2022), diketahui sedikitnya 40 pekerja sawit berada di dalam kerangkeng yang berlokasi di belakang rumah Terbit.
"Bahwa ada model pemenjaraan dan lain sebagainya ada yang dikelola oleh sebuah panti untuk teman-teman disabilitas mental, misalnya. Tapi kan itu terbuka, semua orang bisa akses," tutur Anam.
"Tapi karakter yang seperti ini baru sekali ini. Bahwa diakui memang serupa penjara itu ada, dilakukan di luar otoritas, artinya tidak punya kewenangan untuk membikin penjara tersebut, dan keberadanya juga tidak memiliki izin," lanjutnya.
Para pekerja sawit dalam kerangkeng manusia itu disebut bekerja sedikitnya 10 jam setiap harinya.
Setelah dimasukkan ke dalam kerangkeng selepas kerja, mereka tidak memiliki akses untuk ke mana-mana dan hanya diberi makan 2 kali sehari secara tidak layak.
"Mereka tentu tidak punya akses komunikasi dengan pihak luar. Mereka mengalami penyiksaan: dipukul, lebam, dan luka. Selama bekerja mereka tidak pernah menerima gaji," ungkap Ketua Migrant Care, Anis Hidayah, kemarin.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.