JAKARTA, KOMPAS.com - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) memanggil Ketua Pengurus Cabang NU (PCNU) Kabupaten Banyuwangi dan Sidoarjo terkait dugaan keterlibatan dalam politik praktis yakni memberi dukungan kepada bakal calon presiden 2024.
Ketua PBNU Amin Said Husni menyebut bahwa keduanya dipanggil untuk datang langsung ke kantor PBNU di Jakarta Pusat.
"Namun kami masih atur jadwal pertemuannya, karena jadwal Ketum PBNU padat, jadwal para ketua cabang juga padat," kata Amin kepada Kompas.com, Senin (24/1/2022).
Keterlibatan dalam kegiatan politik praktis itu dilaporkan digelar di kantor PCNU Banyuwangi pada hari Rabu (19/1/2022), dengan mendatangkan salah satu bakal calon presiden.
Sementara itu, di Sidoarjo, kegiatan disebut diinisiasi oleh DPC PKB Sidoarjo serta melibatkan seluruh Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU, tingkat kecamatan) se-Kabupaten Sidoarjo.
Baca juga: Ketua DPR Puji PBNU yang Akomodasi Perempuan di Kepengurusan
Dikutip Kompas TV, pemanggilan ini atas arahan langsung Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf.
"Atas arahan Ketua Umum PBNU K.H. Yahya Cholil Staquf, kami secara resmi memanggil Ketua Cabang NU Banyuwangi dan Sidoarjo," ujar Amin dalam surat resmi yang diterbitkan oleh PBNU.
Surat itu ditandatangani Amin Said Husni sendiri dan Wakil Sekretaris Jenderal Nur Hidayat.
Sebelumnya, Gus Yahya secara terbuka menolak adanya dukungan dari NU untuk calon presiden tertentu. Bahkan, ia melarang nantinya para pengurus NU untuk jadi capres dan cawapres.
Hal tersebut ditegaskan Gus Yahya, sapaan akrab Yahya Chlil Staquf, dalam Program Rosi Kompas TV dengan tajuk 'Wajah Baru Nahdlatul Ulama', Kamis (20/1) lalu.
"Spesifik sekali, saya tidak mau ada capres-cawapres dari PBNU," tegas Gus Yahya.
Alasannya, kata Gus Yahya, karena ia tidak ingin PBNU memfasilitasi pihak-pihak tertentu di dalam kompetisi politik praktis itu.
Baca juga: Dari Nusron Wahid sampai Khofifah, Ini 7 Politikus di PBNU Era Gus Yahya
Alasan lain Gus Yahya menjauhkan PBNU dari kepentingan politik praktis adalah karena belajar dari apa yang telah terjadi pada Pilpres 2019 lalu.
"Karena kita sudah pernah mengalami luka-luka yang luar biasa gara-gara menjadi pihak dalam kompetisi dan belum sembuh hingga hari ini. Kemarin itu, Pilpres 2019, warga NU itu separuh 'kampret' separuh 'cebong'. Ini yang harus disembuhkan kembali," jelasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.