Saya jadi teringat dengan kode “sumbangan untuk masjid” untuk menyamarkan kutipan proyek-proyek pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di lingkungan Pemerintahan Kota Bekasi yang dilakukan Wali Kota Rahmat Effendi (Kompas.com, 07/01/2022).
Rahmat sudah menyandang status tersangka usai ditangkap KPK.
Kode “sapi betina” atau nama surat dalam kitab suci Al Quran “Al Baqarah” sering dipakai oleh pelaku rasuah kasus penambahan kuota impor daging sapi yang melibatkan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) saat itu, Luthfi Hasan Ishaaq, dengan orang kepercayaannya Ahmad Fathanah pada 2013.
Baik Luthfi maupun Fathanah sudah divonis dan mendekam di penjara.
Modus-modus kasus rasuah di tanah air selama ini memang lekat untuk menyamarkan permintaan uang dan penyediaan fasilitas dengan bahasa-bahasa simbol.
Dalam konteks penggunaan bahasa isyarat dalam kasus-kasus rasuah, biasanya digunakan untuk menghindari sadapan atau mengaburkan makna dari amatan pihak lain.
Komunikasi yang digunakan dalam keseharian terdiri dari dua macam, yakni komunikasi verbal dan komunikasi non-verbal.
Komunikasi verbal adalah komunikasi yang dilakukan menggunakan kata-kata. Sementara komunikasi non-verbal menggunakan isyarat tertentu atau bahasa tubuh.
Meski demikian, dua model komunikasi tersebut bisa dipadupadankan, sehingga komunikasi bisa berbentuk kalimat verbal, tetapi mempunyai isyarat tertentu.
Komunikasi dengan memadukan bahasa verbal dan isyarat ternyata tidak selamanya digunakan untuk hal positif.
Sebut saja dalam kasus-kasus rasuah di tanah air, komunikasi semacam ini justru digunakan untuk mengelabuhi orang lain.
Terlebih bagi para pelaku kasus korupsi, mereka menggunakannya untuk menyembunyikan maksud terselubung.
Mereka menggunakan kata-kata tertentu untuk menyembunyikan maksud yang sebenarnya. Cara komunikasi ini kemudian kerap disebut sebagai sandi atau kode.
Sandi atau kode yang telah disepakati, galibnya dilakukan secara berulang dan menjadi kebiasaan untuk menyamarkan aktivitas dan keinginan para pihak.
KPK menduga, Hakim Itong tidak sekali ini saja tersangkut dengan patgulipat keadilan yang bertarif, tetapi juga untuk kasus-kasus lain yang ditanganinya selama ini.
Hakim Itong Isnaeni ternyata pernah diskors Mahkamah Agung karena putusannya yang “nyentrik”.
Saat bertugas di PN Tanjungkarang, Lampung, Hakim Itong pernah membebaskan mantan Bupati Lampung Timur Satono yang menjadi terdakwa korupsi pada tahun 2011.
Satono didakwa melakukan korupsi dengan nilai mencapai Rp 199 miliar.
Tidak hanya itu, Hakim Itong juga membebaskan Bupati Lampung Tengah Andy Achmad Sampurna Jaya dengan nilai kerugian negara mencapai Rp 28 miliar.
Di pengadilan tingkat kasasi, putusan Hakim Itong dikoreksi. Satono akhirnya dihukum 15 tahun penjara, sedangkan Andy diganjar 12 tahun bui.