Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anak dan Lansia yang Belum Diberi Vaksin Covid-19 Bisa Fatal jika Terkena Omicron, Vaksinasi Perlu Dipercepat

Kompas.com - 24/01/2022, 09:14 WIB
Mutia Fauzia,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia mencatat dua kasus kematian pertama akibat Covid-19 yang disebab virus SARS-CoV-2 varian Omicron pada 22 Januari ini. Dua kasus kematian tersebut menjadi alarm tanda bahaya di tengah lonjakan jumlah kasus baru Covid-19 yang juga terjadi dalam sepekan terakhir.

Meski dua pasien Covid-19 akibat varian Omicron pertama yang mengalami fatalitas tersebut sudah berusia lanjut dan memiliki komorbid atau penyakit bawaan, bukan berarti kelompok masyarakat lain menjadi tidak rentan.

Epidemiolog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman mengatakan, salah satu kelompok yang juga paling rentan mengalami fatalitas akibat varian Omicro adalah anak-anak.

Baca juga: Omicron Melonjak, Negara Kaya Rekrut Perawat dari Negara Miskin

Dicky menegaskan, sejatinya varian Omicron sama bahanya dengan varian lain yang lebih dahulu ada, seperti Delta dan Alpha, atau bahkan virus asli yang pertama kali muncul di Wuhan, China, pada akhir 2019.

"Dia memang akan lebih banyak berisiko pada orang yang punya komorbid atau lansia, atau belum divaksinasi lebih mungkin mengalami fatalitas atau meninggal. Dan antara lain sekarang ini kita baru melihatnya pada lansia, nanti kalau kita tidak cepat melakukan mitigasi, kematian pada anak akan terjadi," kata Dicky ketika dihubungi Kompas.com, Minggu (23/1/2022).

Cakupan vaksinasi masih rendah

Kerentanan kelompok yang punya komorbid, lansia, dan anak-anak terjadi lantaran cakupan vaksinasi untuk kelompok-kelompok tersebut masih rendah.

Berdasarkan data terakhir Kementerian Kesehatan (Kemenkes), total cakupan vaksinasi dosis pertama untuk lansia mencapai 71,37 persen. Sementara lansia yang telah mendapatkan vaksinasi dosis kedua baru sebesar 46,48 persen dari target sebanyak 21.553.118.

Untuk masyarakat rentan dan umum, total capaian vaksinasi dosis pertama sebanyak 72,27 persen dan vaksinasi dosis kedua sebesar 49,71 persen dari target 141.211.181 penduduk yang divaksinasi.

Di sisi lain, pemerintah baru saja memulai program vaksinasi anak usia 6-11 tahun.

"Anak-anak dari usia 6 tahun ke atas baru dimulai dan masih banyak yang belum divaksin penuh termasuk untuk anak-anak usia di bawah 6 tahun," kata Dicky.

Percepat vaksinasi

Dicky mengatakan, pemerintah seharusnya mampu mengejar cakupan vaksinasi dosis kedua hingga 75 persen sebelum bulan Ramadhan yang diperkirakan jatuh pada Mei 2022 untuk menekan angka penularan Covid-19.

"Jadi (vaksinasi) ini harus digenjot, bahkan melihatnya bukan hanya dari potensi puncak gelombang tiga Omicron, tapi juga antisipasi nanti menjelang puasa. Sebelum bulan puasa kejar cakupan dua dosis mencapai 75 persen minimal," ujar Dicky.

Baca juga: 2 Kasus Kematian Pasien Omicron di RI, Tanda Bahaya Untuk Orang Berpenyakit Komorbid

Ia menambahkan, target percepatan vaksinasi perlu dikejar, terutama untuk vaksinasi dosis kedua yang cakupannya masih di kisaran 40 persen.

"Dan saat ini, itu ada kurang lebih 40 persen atau 30 persen yang rawan (tertular Covid-19) karena belum divaksin, dan ini bicara vaksin dua dosis lengkap. Kemudian bicara soal lansia, itu kita masih 50 persen lho lansia belum vaksin lengkap, apalagi bicara booster. Artinya harus dikejar, karena kalau tidak mereka akan jadi korban," kata Dicky.

Tingkatkan WFH dan tunda PTM

Ia menyarankan pemerintah kembali meningkatkan ketentuan kerja dari rumah atau work from home (WFH) seiring lonjakan kasus Covid-19, terutama terkait penularan varian Omicron.

Ia juga menyarankan agar pemerintah menghentikan sementara pembelajaran tatap muka (PTM) dengan kapasitas siswa 100 persen untuk mencegah penularan pada anak-anak.

"PTM ini tidak bisa tidak, selama masa krisis, PTM ini ditunda dulu. Online dulu karena berbahaya. Termasuk yang WFH, harus ditingkatkan, mau itu 50 persen, 25 persen, tapi harus dilakukan karena itu yang akan membantu," kata Dicky.

Ia menyarankan, setidaknya PTM bisa ditunda pada akhir Januari ini hingga awal Maret mendatang.

"Itu di masa yang sangat rawan, karena itu periode prediksi masa krisis di Indonesia, Februari-Maret. Mengapa? Karena untuk siswa kita ini, meskipun sudah ada vaksinasi pada siswa, tapi kan ada yang belum divaksinasi, dan saat ini risiko ini cukup berat untuk anak-anak dan terbukti di negara-negara lain data menunjukkan kasus infeksi anak-anak meningkat," ujar Dikcy.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Nasional
KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

Nasional
Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Nasional
Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Nasional
Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Nasional
Pakar Hukum Dorong Percepatan 'Recovery Asset' dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Pakar Hukum Dorong Percepatan "Recovery Asset" dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Nasional
Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Nasional
Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Nasional
Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Nasional
TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

Nasional
Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Nasional
Pakar Hukum Duga Ada 'Orang Kuat' Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Pakar Hukum Duga Ada "Orang Kuat" Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Nasional
Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia 'The New Soekarno'

Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia "The New Soekarno"

Nasional
TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

Nasional
Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com