Meskipun demikian, hampir setengah responden (47,4 persen) menyatakan bahwa praktik pemberian atau janji pemberian uang atau imbalan material lain banyak terjadi.
Sekitar 28,1 persen dan 29,7 persen responden bahkan mengaku bahwa mereka secara pribadi, keluarganya atau komunitasnya pernah mengalaminya.
Yang lebih memprihatinkan, hampir 47 persen responden menyatakan politik uang sebagai sesuatu yang wajar (LIPI, 2019).
Salah satu kelompok yang mungkin diuntungkan dengan model kampanye berbasis pertukaran klientelisme ini adalah caleg petahana.
Dengan fasilitasi resmi Negara melalui dana reses dan sebagainya serta akses terhadap sumber daya lain, termasuk alokasi program di dapil yang diperoleh dari mitra kerja DPR, pada caleg petahana mempunyai keuntungan dalam membangun hubungan dengan konstituen/pemilih.
Dari data yang diolah penulis, sebanyak 88 persen dari 558 anggota DPR maju kembali dalam Pemilu 2019.
Sebanyak 60,3 persen di antaranya berhasil terpilih kembali (Ichwanuddin, 2020). Angka keterpilihan calon petahana ini naik signifikan dari pemilu sebelumnya.
Angkanya akan semakin naik jika tidak ada perubahan struktur pilihan yang lebih rasional bagi pemilih.
Pemilu serentak lima kotak pada Pemilu 2019 tidak mampu mewujudkan tujuan pokok dari diselenggarakannya pemilu serentak.
Selain efek ekor jas yang tidak bekerja, politik uang juga tetap atau bahkan semakin marak.
Masifnya pertukaran klientelistik ini menunjukkan tidak tercapainya apa yang disebut dalam Penjelasan Umum UU Pemilu sebagai kompetisi yang sehat dan partisipatif.
Karena itu, pembuat undang-undang perlu mempertimbangkan untuk mengambil langkah kongkret untuk melalukan perubahan terkait sistem pemilu ke depan.
Tentu saja perubahan yang diperlukan tidak hanya terkait dengan pilihan model keserentakan pemilu, tetapi juga menyangkut berbagai instrumen sistem pemilu lainnya yang terbukti saling menghambat.
Tanpa evaluasi yang menyeluruh, perubahan keserentakan pemilu hanya akan berakhir pada utak-atik teknis semata.
Sementara substansi perubahan—terutama dalam hal menegakkan rasionalitas pemilih—akan sulit diwujudkan.
Wawan Ichwanuddin, Peneliti pada Pusat Riset Politik - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.