Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
BRIN
Badan Riset dan Inovasi Nasional

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) adalah lembaga pemerintah yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia. BRIN memiliki tugas menjalankan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi yang terintegrasi.

Pemilu Serentak dan Persoalan Rasionalitas Pemilih

Kompas.com - 24/01/2022, 06:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Yang menjadi fokus utama kampanye adalah program, janji kampanye, rekam jejak, dan segala hal yang terkait dengan caleg, bukan visi-misi atau platform kampanye partainya.

Para caleg hanya menggunakan faktor dukungan partainya terhadap pasangan calon tertentu jika menguntungkan elektabilitas mereka.

Mereka menghindari kampanye pilpres di kalangan pemilih yang dipetakan tidak memilih atau bahkan antipati terhadap pasangan calon yang didukung partainya.

Kombinasi sistem pemilu proporsional dengan suara terbanyak, daerah pemilihan yang cukup besar, dan skema pemilu serentak lima kotak sama sekali tidak mendorong rasionalitas pemilih.

Menyatukan atau memisahkan dukungan suara dalam pilpres dan pileg sebenarnya bisa sama-sama tindakan pemilih yang rasional jika itu memang disengaja karena ia telah menimbang kelebihan dan kekurangan dari opsi yang tersedia.

Tindakan membagi suara kepada kubu yang berbeda di kedua pemilihan dapat didorong keinginan pemilih agar tersedia kontrol terhadap pemerintah.

Sementara itu, memberikan suara kepada kubu yang sama dapat merefleksikan dukungan pemilih adanya dukungan parlemen yang kuat kepada pemerintah.

Namun, pertimbangan rasional pemilih semacam ini tampaknya relatif kecil dalam Pemilu 2019 yang menggunakan skema lima kotak.

Maraknya pertukaran klientelistik

Persoalan politik uang atau pertukaran klientelistik hanya dapat dipahami dengan baik dengan memeriksa struktur pilihan yang dihadapi pemilih yang disebabkan oleh komplikasi kombinasi instrumen pemilu yang tidak saling mendukung.

Alokasi kursi per daerah pemilihan sebanyak 3-10 kursi untuk pemilu anggota DPR dan 3-12 untuk pemilu anggota DPRD kabupaten/kota dan provinsi.

Jika keenam belas parpol peserta pemilu mengajukan caleg sebanyak 100 persen jumlah kursi yang tersedia, seorang pemilih menerima lima surat suara yang memuat 48-160 caleg DPR, 48-192 caleg DPRD provinsi, 48-192 caleg DPRD kabupaten/kota, 10-26 caleg DPD, dan 2 pasangan capres-cawapres. Total, untuk pileg ada 154-570 nama caleg.

Jumlah ini jelas terlalu banyak untuk dipertimbangkan oleh pemilih, terutama karena terbatasnya informasi para caleg yang mungkin tersedia untuk pemilih.

Hambatan bagi rasionalitas pemilih ini akibat jumlah caleg memang bukan hal yang baru.

Namun model pemilu serentak yang digunakan pada 2019 telah menambah kerumitan tersebut.

Di tengah persaingan ketat antarcaleg, politik informal berupa pertukaran klientelistik menjadi tak terhindarkan.

Di satu sisi, banyak caleg yang menganggap kampanye berbasis program tidak menjamin perolehan suara sehingga lebih mengandalkan distribusi uang atau imbalan material lainnya sebagai strategi utama mereka.

Di sisi yang lain, banyak pemilih yang enggan memberikan suara kepada caleg yang tidak memberikan imbalan apapun (Aspinall, 2019; Aspinall & Berenshot, 2019; Muhtadi, 2019).

Temuan survei LIPI yang diselenggarakan pasca-pemilu mengkonfirmasi persoalan ini.

Sekitar tiga per empat responden menilai Pemilu 2019 telah berlangsung dengan bebas dan jurdil.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

Nasional
Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Nasional
Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Nasional
AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

Nasional
Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Nasional
Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Nasional
AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

Nasional
Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Nasional
Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Nasional
Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Nasional
Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Nasional
AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum 'Clear', Masih Dihuni Warga

AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum "Clear", Masih Dihuni Warga

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com