Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

15 Tahun Aksi Kamisan dan Negara yang Seakan Lari dari Tanggung Jawab

Kompas.com - 21/01/2022, 07:58 WIB
Vitorio Mantalean,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Aksi Kamisan menginjak usia 15 tahun pada aksi, Kamis (21/1/2022) kemarin.

Sejak 18 Januari 2007, para korban dan keluarga korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat beraksi mengenakan pakaian dan atribut serba hitam.

Mereka menuntut tanggung jawab negara dalam menuntaskan kasus HAM berat di Indonesia, seperti tragedi Semanggi I, Semanggi II, Trisakti, Tragedi 13-15 Mei 1998, Talangsari, Tanjung Priok dan Tragedi 1965.

Orang-orang datang dan pergi

Maria Katarina Sumarsih merupakan salah satu inisiator Aksi Kamisan.

Ratusan aksi telah dilalui. Setiap Kamis pukul 16.00-17.00 WIB, mereka mengenakan pakaian dan atribut serba hitam, berdiri, diam, dan berpayung hitam bertuliskan berbagai kasus pelanggaran HAM.

Baca juga: Saat Moeldoko Ditolak Peserta Aksi Kamisan di Semarang…

Seolah tak jemu, Sumarsih tetap konsisten menuntut keadilan atas meninggalnya sang putra, Bernardinus Realino Norma Irmawan alias Wawan, mahasiswa yang menjadi korban Tragedi Semanggi I pada 11-13 November 1998.

Aksi Kamisan bercikal-bakal pada tahun 1999, ketika Sumarsih bersama korban dan keluarga korban pelanggaran HAM membentuk sebuah paguyuban.

Paguyuban itu bernama Paguyuban Korban/Keluarga Korban Tragedi Berdarah 13-15 Mei 1998, Semanggi I (13 November 1998), Semanggi II (24 September 1999), dan Tim Relawan untuk Kemanusiaan (TruK).

Tak banyak orang yang punya stamina cukup untuk terus berdiri menuntut keadilan melalui aksi di jalanan.

Baca juga: Aksi Kamisan: Panjang Umur Perjuangan Keluarga Korban!

Sejumlah aktivis bahkan terang-terangan angkat kaki, sebut saja Fadjroel Rachman, pria yang terkenal galak terhadap rezim Susilo Bambang Yudhoyono namun akhirnya membelot ke lingkaran kekuasaan Joko Widodo.

Sumarsih kenal baik dengan Fadjroel. Ia juga pernah merasa terbantu karena Fadjroel kerap menjadi alternatif ketika refleksi jelang aksi masih nihil.

Namun, kata Sumarsih, Fadjroel yang telah menyeberang ke kekuasaan sudah berubah. Ia menyayangkan sikap Fadjroel dan beberapa aktivis yang memilih langkah yang sama.

Sumarsih, mereka kini telah melupakan agenda perjuangan yang dulu pernah sama-sama dituntut.

"Kelihatannya mereka kok tidak melanjutkan idealismenya. Perjuangan ketika masih bersama-sama dengan kami, keluarga korban. Tapi kenyataannya mereka larut ke dalam sistem," sesal Sumarsih dalam sebuah wawancara pada Februari 2020 lalu.

Suasana saat memperingati 10 Tahun Aksi Kamisan di depan Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (19/1/2017). Kamisan sebagai bentuk perlawanan keluarga korban pelanggaran hak asasi manusia dalam melawan lupa telah berlangsung selama 10 tahun sejak aksi pertama di depan Istana Merdeka pada 18 Januari 2007.KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG Suasana saat memperingati 10 Tahun Aksi Kamisan di depan Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (19/1/2017). Kamisan sebagai bentuk perlawanan keluarga korban pelanggaran hak asasi manusia dalam melawan lupa telah berlangsung selama 10 tahun sejak aksi pertama di depan Istana Merdeka pada 18 Januari 2007.

Baca juga: 8 Fakta Tentang 12 Tahun Aksi Kamisan, Hanya Sekali Diajak Masuk ke Istana

Anak yang hilang di tangan negara tak kunjung pulang. Kamar Wawan masih sepi tak berpenghuni. Kawan sebarisan telah melupakan cita-cita bersama.

Namun, Sumarsih terus bertahan melakukan aksi di seberang Istana. Tak kurang dari 540 lembar surat telah dilayangkan ke dalam Istana yang tak pernah peduli, baik ketika dihuni Yudhoyono atau Jokowi.

"Saya disemangati dengan kehadiran anak-anak muda yang datang di Aksi Kamisan, juga anak-anak muda yang mengadakan aksi kamisan di kota mereka masing-masing," kata Sumarsih.

Itu lah energi yang membantunya tetap setia menuntut pertanggungjawaban negara yang hinggas saat ini sengaja mengabaikan aspirasi mereka, padahal mereka beraksi dengan damai atas sebuah peristiwa kejahatan berat.

Baca juga: Sumarsih, Aksi Kamisan, dan Cinta untuk Wawan...

Peserta aksi kamisan bertemu dengan Presiden Joko Widodo pada 31 Mei 2018. Pertemuan itu merupakan yang pertama setelah 11 tahun mereka melakukan aksinya.

Dalam pertemuan itu, peserta Kamisan menuntut agar Jokowi mengakui kasus pelanggaran HAM yang sudah masuk dalam tahap penyelidikan di Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.

Lalu?

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyatakan, penyelesaian kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) pada masa lalu tidak berdasarkan keputusan presiden.

Menurut Mahfud, penuntasan kasus yang terjadi sebelum terbitnya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM dilakukan atas persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

"Penyelesaian kasus HAM berat sebelum 2000 ini nanti dengan persetujuan atau dengan permintaan DPR, jadi bukan Presiden yang ambil keputusan, tapi DPR," ujar Mahfud, seusai bertemu Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (28/11/2021).

Baca juga: Aksi Kamisan ke-552 dan 14 Tahun Meninggalnya Munir...

Mahfud menuturkan, berdasarkan laporan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), terdapat 13 kasus pelanggaran HAM berat, 9 di antaranya terjadi sebelum tahun 2000.

Mahfud mengatakan, jika DPR menganggap rekomendasi atau hasil penyelidikan Komnas HAM harus ditindaklanjuti, nantinya DPR yang akan menyampaikan ke Presiden.

"Yang penting nanti didiskusikan dulu di DPR apa bisa ini dibuktikan, bagaimana jalan keluarnya," kata Mahfud.

Kendati demikian, upaya penuntasan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu terhambat karena Kejaksaan Agung belum melakukan penyidikan.

Baca juga: Aktivis 98: Demi Keadilan, Aksi Kamisan Akan Terus Dilakukan

Padahal, Komnas HAM telah menyerahkan berkas penyelidikan 12 kasus pelanggaran HAM ke Kejaksaan Agung.

Dua belas kasus yang hingga kini belum tuntas yakni Peristiwa 1965-1966, Penembakan Misterius tahun 1982-1985, kasus Talangsari tahun 1989, Peristiwa Trisaksi, Semanggi I dan II di tahun 1998-1999. Kemudian, Kerusuhan Mei 1998, Penghilangan Paksa tahun 1997-1998, Wasior 2001 Wamena tahun 2003 dan Pembunuhan Dukun Santet tahun 1998.

Apa pun birokrasi yang ditempuh pemerintah soal penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu ini, para peserta Aksi Kamisan masih setia di sana, menggelar aksi pada hari yang selalu sama, di titik yang sama, dengan atribut yang sama.

Pada hari dan di tempat itu lah, siapa pun pejabat negara yang punya hati bisa menemui mereka.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Puncak Perayaan HUT Ke-78 TNI AU Akan Digelar di Yogyakarta

Puncak Perayaan HUT Ke-78 TNI AU Akan Digelar di Yogyakarta

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Sudirman Said Berharap MK Penuhi Rasa Keadilan

Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Sudirman Said Berharap MK Penuhi Rasa Keadilan

Nasional
Sejauh Mana 'Amicus Curiae' Berpengaruh pada Putusan? Ini Kata MK

Sejauh Mana "Amicus Curiae" Berpengaruh pada Putusan? Ini Kata MK

Nasional
Alasan Prabowo Larang Pendukungnya Aksi Damai di Depan MK

Alasan Prabowo Larang Pendukungnya Aksi Damai di Depan MK

Nasional
TKN Prabowo Sosialisasikan Pembatalan Aksi di MK, Klaim 75.000 Pendukung Sudah Konfirmasi Hadir

TKN Prabowo Sosialisasikan Pembatalan Aksi di MK, Klaim 75.000 Pendukung Sudah Konfirmasi Hadir

Nasional
Tak Berniat Percepat, MK Putus Sengketa Pilpres 22 April

Tak Berniat Percepat, MK Putus Sengketa Pilpres 22 April

Nasional
Prabowo Klaim Perolehan Suaranya yang Capai 58,6 Persen Buah dari Proses Demokrasi

Prabowo Klaim Perolehan Suaranya yang Capai 58,6 Persen Buah dari Proses Demokrasi

Nasional
Hakim MK Hanya Dalami 14 dari 33 'Amicus Curiae'

Hakim MK Hanya Dalami 14 dari 33 "Amicus Curiae"

Nasional
Dituduh Pakai Bansos dan Aparat untuk Menangkan Pemilu, Prabowo: Sangat Kejam!

Dituduh Pakai Bansos dan Aparat untuk Menangkan Pemilu, Prabowo: Sangat Kejam!

Nasional
Sebut Pemilih 02 Terganggu dengan Tuduhan Curang, Prabowo: Jangan Terprovokasi

Sebut Pemilih 02 Terganggu dengan Tuduhan Curang, Prabowo: Jangan Terprovokasi

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL | 'Amicus Curiae' Pendukung Prabowo

[POPULER NASIONAL] Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL | "Amicus Curiae" Pendukung Prabowo

Nasional
Tanggal 21 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Batalkan Aksi di MK

Prabowo Minta Pendukung Batalkan Aksi di MK

Nasional
Gagal ke DPR, PPP Curigai Sirekap KPU yang Tiba-tiba Mati Saat Suara Capai 4 Persen

Gagal ke DPR, PPP Curigai Sirekap KPU yang Tiba-tiba Mati Saat Suara Capai 4 Persen

Nasional
Respons PDI-P soal Gibran Berharap Jokowi dan Megawati Bisa Bertemu

Respons PDI-P soal Gibran Berharap Jokowi dan Megawati Bisa Bertemu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com