Anak yang hilang di tangan negara tak kunjung pulang. Kamar Wawan masih sepi tak berpenghuni. Kawan sebarisan telah melupakan cita-cita bersama.
Namun, Sumarsih terus bertahan melakukan aksi di seberang Istana. Tak kurang dari 540 lembar surat telah dilayangkan ke dalam Istana yang tak pernah peduli, baik ketika dihuni Yudhoyono atau Jokowi.
"Saya disemangati dengan kehadiran anak-anak muda yang datang di Aksi Kamisan, juga anak-anak muda yang mengadakan aksi kamisan di kota mereka masing-masing," kata Sumarsih.
Itu lah energi yang membantunya tetap setia menuntut pertanggungjawaban negara yang hinggas saat ini sengaja mengabaikan aspirasi mereka, padahal mereka beraksi dengan damai atas sebuah peristiwa kejahatan berat.
Baca juga: Sumarsih, Aksi Kamisan, dan Cinta untuk Wawan...
Peserta aksi kamisan bertemu dengan Presiden Joko Widodo pada 31 Mei 2018. Pertemuan itu merupakan yang pertama setelah 11 tahun mereka melakukan aksinya.
Dalam pertemuan itu, peserta Kamisan menuntut agar Jokowi mengakui kasus pelanggaran HAM yang sudah masuk dalam tahap penyelidikan di Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.
Lalu?
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyatakan, penyelesaian kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) pada masa lalu tidak berdasarkan keputusan presiden.
Menurut Mahfud, penuntasan kasus yang terjadi sebelum terbitnya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM dilakukan atas persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
"Penyelesaian kasus HAM berat sebelum 2000 ini nanti dengan persetujuan atau dengan permintaan DPR, jadi bukan Presiden yang ambil keputusan, tapi DPR," ujar Mahfud, seusai bertemu Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (28/11/2021).
Baca juga: Aksi Kamisan ke-552 dan 14 Tahun Meninggalnya Munir...
Mahfud menuturkan, berdasarkan laporan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), terdapat 13 kasus pelanggaran HAM berat, 9 di antaranya terjadi sebelum tahun 2000.
Mahfud mengatakan, jika DPR menganggap rekomendasi atau hasil penyelidikan Komnas HAM harus ditindaklanjuti, nantinya DPR yang akan menyampaikan ke Presiden.
"Yang penting nanti didiskusikan dulu di DPR apa bisa ini dibuktikan, bagaimana jalan keluarnya," kata Mahfud.
Kendati demikian, upaya penuntasan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu terhambat karena Kejaksaan Agung belum melakukan penyidikan.
Baca juga: Aktivis 98: Demi Keadilan, Aksi Kamisan Akan Terus Dilakukan
Padahal, Komnas HAM telah menyerahkan berkas penyelidikan 12 kasus pelanggaran HAM ke Kejaksaan Agung.
Dua belas kasus yang hingga kini belum tuntas yakni Peristiwa 1965-1966, Penembakan Misterius tahun 1982-1985, kasus Talangsari tahun 1989, Peristiwa Trisaksi, Semanggi I dan II di tahun 1998-1999. Kemudian, Kerusuhan Mei 1998, Penghilangan Paksa tahun 1997-1998, Wasior 2001 Wamena tahun 2003 dan Pembunuhan Dukun Santet tahun 1998.
Apa pun birokrasi yang ditempuh pemerintah soal penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu ini, para peserta Aksi Kamisan masih setia di sana, menggelar aksi pada hari yang selalu sama, di titik yang sama, dengan atribut yang sama.
Pada hari dan di tempat itu lah, siapa pun pejabat negara yang punya hati bisa menemui mereka.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.