Berbicara makna G20, kita bisa melihatnya dari sudut pandang kepentingan internasional dan nasional.
Dalam tataran kepentingan internasional, kerja sama global harus diperkuat dengan semangat multilaterialisme.
Presidensi bermakna kepemimpinan, kepercayaan, penyambung lidah.
Kepemimpinan di sini berarti Indonesia diminta mengatur agenda dan menjadi fasilitator konsensus dalam pembahasan makro ekonomi global yang akan dituangkan dalam bentuk komunike.
Komunike ini berisi pernyataan bersama atau kesepakatan bersama para menteri keuangan dan gubernur bank sentral untuk berbagai rencana aksi yang dibahas dalam pertemuan-pertemuan G20.
Komunike level menteri keuangan dan gubernur bank sentral ini akan menjadi masukan bagi diskusi lanjutan di tingkat KTT.
Kepercayaan juga dapat dimaknai bahwa dengan berbagai pengalaman Indonesia dalam penyelenggaran pertemuan internasional semacam pertemuan tahunan Dana Moneter Internasional dan Bank Dunia di Bali pada tahun 2018.
Sebagai salah satu contoh, membuat negara-ngara G20 lainnya, yakin Indonesia dapat menjadi Presidensi kali ini.
Penyambung lidah berarti bahwa dalam penyelenggaran Presidensi G20, Indonesia menjadi penyampai suara negara-negara miskin dan berkembang yang harus diperhatikan kepentingannya.
Banyak yang berharap Indonesia menjadi penyeimbang kepentingan berbagai negara tersebut.
Misalnya dalam membantu penyediaan dan pembiayaan vaksinasi, obat terapeutik dan diagnostik, penundaan pembayaran utang, bantuan pembiayaan perubahan iklim, dan lain-lain.
Partisipasi aktif Indonesia dalam berbagai fora internasional tidak terlepas dari amanat Konsitusi sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu “…..dalam rangka melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”.
G20 menjadi salah satu rumah bagi Indonesia untuk mewujudkan cita-cita bangsa, sejajar dengan negara besar lainnya bersama-sama memperjuangkan dan mewujudkan perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Berbicara tentang manfaat langsung tentu dikaitkan dengan dampaknya terhadap perekonomian kita.
Dengan adanya lebih dari 157 kegiatan atau pertemuan yang akan dilakukan sepanjang tahun 2022, yang sebagian besar dilakukan di Indonesia, akan menciptakan aktivitas ekonomi dan kesempatan kerja dengan jumlah yang cukup besar.
Jika pertemuan dilakukan secara fisik, maka akan terjadi peningkatan konsumsi domestik hingga Rp 1,7 triliun, penambahan PDB nasional hingga Rp 7,4 triliun, serta pelibatan UMKM dan penyerapan tenaga kerja sebanyak 33.000 di berbagai sektor.
Bagaimana dengan manfaat tidak langsung yang dirasakan?
Indonesia merupakan negara terbesar di ASEAN dengan perekonomian dan sistem politik yang relatif stabil sehingga dianggap mampu memimpin pertemuan G20.
Termasuk mendukung maupun membantu membentuk kebijakan-kebijakan yang berpengaruh luar biasa di seluruh dunia, salah satunya dalam mendesain kebijakan pemulihan ekonomi.
Hal tersebut akan memberi pengaruh luar biasa besar ke seluruh dunia, seperti kebijakan fiskal dan moneter yang kemudian menimbulkan dampak ikutan (spill over).
Jika ekonomi dunia tumbuh tinggi, maka ekspor kita juga tumbuh tinggi.
Seperti saat ini, kita telah merasakan pemulihan ekonomi seiring dengan membaiknya ekonomi dunia dan domestik yang berdampak pada konsumsi masyarakat yang lebih baik, investasi yang mulai meningkat, kegiatan ekspor impor yang juga tumbuh pesat.
Semua ini juga berdampak pada penerimaan pajak yang tumbuh lebih dari 18 persen, penerimaan bea cukai tumbuh lebih dari 24 persen, penerimaan PNBP tumbuh lebih dari 23 persen.
Keterkaitan ekonomi Indonesia dengan ekonomi global membuat kebijakan yang terkoordinasi secara global merupakan hal yang sangat penting yang harus selalu diupayakan.
G20 merupakan salah satu wadah untuk mewujudkan hal tersebut.
Di sisi lain, dalam forum G20 kita juga membahas kebijakan-kebijakan yang sangat penting bagi situasi-situasi yang saat ini sedang dihadapi, yaitu pandemi Covid-19.
Saat ini sedang dibahas bagaimana respons dunia jika terjadi pandemi di kemudian hari.
Dampak pandemi Covid-19 sejauh ini sangat dalam, kontraksi ekonomi Indonesia 2,1 persen, sedangkan dunia 3,1 persen pada tahun 2020.
Dari sisi fiskal, ongkos untuk bisa menetralisir dampak covid sudah mencapai lebih dari 12 Triliun dollar AS, sedangkan dari sisi moneter sekitar 11 Triliun dollar AS.
Dunia seharusnya belajar dari situasi ini. Maka dari itu, saat ini sedang dibicarakan mengenai upaya pencegahan pandemi di masa depan dengan pencegahan, kesiapsiagaan dan respons terhadap potensi pandemi global (Global Pandemic Prevention Preparedness and Response/Pandemic PPR).
Kemudian kerja sama regional pengembangan vaksin, protokol kesehatan, dan lain-lain dalam rangka persiapan yang lebih baik dalam menghadapi pandemi.
Selain itu ada isu perubahan iklim yang tidak mungkin dapat ditangani tanpa aspek keuangan.
Oleh karena itu di jalur keuangan dibicarakan mengenai keuangan berkelanjutan (sustainable finance) dan pendanaan perubahan iklim (climate change finance).