Ryamizard pun mengakui bahwa kala itu belum ada anggaran untuk menyewa satelit. Namun, satelit tetap disewa guna menyelamatkan slot orbit sebagaimana perintah presiden.
”Memang belum ada anggaran. Namun, kami harus segera mengisi slot itu untuk menunjukkan komitmen (mengisi slot orbit),” katanya.
Baca juga: Ryamizard Sebut Ada Unsur Kedaruratan Sewa Satelit Slot Orbit 123 Bujur Timur
Pemerintah tak punya banyak waktu karena draf kontrak satelit harus segera ditandatangani dan diajukan ke ITU.
Akhirnya, diteken kontrak penyewaan satelit Artemis pada 6 Desember 2015, meski persetujuan penggunaan slot orbit dari Kemenkominfo baru diterbitkan 29 Januari 2016.
Untuk mengisi slot orbit itu, anggaran Kemenhan bertambah Rp 1,327 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) tahun 2016 untuk pengadaan satelit.
Ryamizard pun menekankan, perintah Presiden Jokowi mengenai penyelamatan slot Orbit 123 BT itu merupakan sebuah diskresi demi kepentingan nasional.
Meski secara normatif ada beberapa hal yang tidak sesuai, kata dia, langkah itu harus dilakukan.
”Pertama karena ada diskresi dan kedua, ada ancaman kedaulatan kalau itu tidak dilakukan. Nah, itu tupoksi Kemenhan,” kata Ryamizard.
Baca juga: Mahfud Sebut Ada Pihak yang Berupaya Menghambat Kasus Satelit di Kemenhan Dibuka Jelas
Usai kontrak sewa satelit diteken, Ryamizard mengaku memerintahkan jajarannya agar memproses kontrak sewa sesuai aturan yang berlaku.
Dalam pelaksanaannya, pembayaran sewa satelit dilakukan Kementerian Keuangan dengan menggunakan kas negara.
”Jangankan pegang uangnya. Lihat saja enggak pernah karena uangnya langsung dari Kementerian Keuangan ke Avanti,” kata Ryamizard.
Menurut Ryamizard, semula Indonesia masih membayar tagihan sewa satelit kepada Avanti. Pada akhir Agustus 2016, pemerintah membayar sewa satelit itu sekitar 3,75 juta dollar AS.
Namun, selanjutnya tidak ada lagi pembayaran dari kas negara untuk sewa satelit tersebut.
Hingga 30 Juni 2017, total tagihan yang belum dibayar Kemenhan mencapai 16,8 juta dollar AS.
Baca juga: Naik Tahap Penyidikan, Kejagung Telah Periksa 11 Saksi Terkait Kasus Proyek Satelit Kemenhan
Akibatnya, Avanti mengajukan gugatan arbitrase ke Pengadilan Arbitrase Internasional di Inggris. Pengadilan pun menghukum pemerintah RI membayar Rp 515 miliar kepada Avanti.