JAKARTA, KOMPAS.com - Setelah 6 tahun jalan di tempat, akhirnya Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) mengalami kemajuan. Satu tahap progres dilalui RUU TPKS setelah disahkan menjadi RUU Inisiatif DPR.
Pengesahan RUU TPKS sebagai RUU usulan DPR RI dilakukan dalam rapat paripurna yang digelar pada Selasa (18/1/2022) di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
"Apakah RUU usul inisiatif Badan Legislasi DPR RI tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dapat disetujui menjadi RUU usul inisiatif DPR RI?" kata Ketua DPR Puan Maharani selaku pimpinan rapat.
"Setuju," jawab anggota DPR, dilanjutkan ketuk palu dari Puan.
Baca juga: DPR-Pemerintah Diminta Segera Bahas dan Sahkan RUU TPKS
Pengesahan RUU TPKS sebagai RUU Inisiatif DPR menjadi satu tahapan yang cukup penting. Sebab jika proses ini tidak dilalui, mekanisme pembahasan RUU TPKS selanjutnya tidak bisa terlaksana.
Setelah pengesahan ini, DPR akan mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Nantinya Jokowi akan mengirimkan Surat Presiden (Supres) bersama Daftar Inventarisasi masalah) RUU TPKS versi pemerintah kepada DPR.
Pemerintah juga akan menunjuk Kementerian yang akan membahas RUU TPKS. Setelah Supres dikirimkan, DPR pun akan menggelar rapat paripurna untuk memutuskan alat kelengkapan dewan (AKD) yang akan membahas RUU TPKS bersama pemerintah hingga kemudian RUU ini disahkan sebagai undang-undang.
Persetujuan RUU TPKS dalam rapat paripurna DPR mendapat penolakan dari Fraksi PKS. Dari 9 fraksi yang ada di DPR, hanya PKS yang menolak RUU TPKS untuk disahkan sebagai RUU Inisiatif DPR.
Juru bicara Fraksi PKS Kurniasih Mufidayati menyatakan, fraksinya menolak RUU TPKS bukan karena tidak setuju atas perlindungan terhadap korban kekerasan seksual, terutama kaum perempuan.
Baca juga: DPR Mulai Rangkaian Persiapan Pembahasan RUU TPKS
"Melainkan karena RUU TPKS ini tidak memasukan secara komprehensif seluruh tindak pidana kesusilaan yang meliputi kekerasan seksual, perzinaan, dan penyimpangan seksual yang menurut kami menjadi esensi penting dalam pencegahan dan perlindungan dari kekerasan seksual," ungkap Kurniasih.
Sementara itu, 8 fraksi lainnya menyatakan mendukung RUU TPKS mengingat kasus-kasus kekerasan di Indonesia sudah marak terjadi. RUU TPKS pun dinilai sebagai bentuk perlindungan terhadap perempuan yang banyak menjadi korban kekerasan seksual.
RUU TPKS sebenarnya masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas DPR pada tahun 2016 meski sebenarnya sudah diinisiasi oleh Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) sejak tahun 2012.
Namun pembahasan RUU yang sebelumnya diberi nama RUU Penghampusan Kekerasan Seksual (PKS) itu pada tingkat harmonisasi di Badan Legislasi (Baleg) berjalan alot.
Sekalipun sudah masuk dalam Prolegnas Prioritas DPR tahun 2016, pembahasan baru dilakukan Baleg pada akhir 2017. Hingga akhir periode 2014-2019, RUU ini tak berhasil diselesaikan.
Bahkan, pada tahun 2020 RUU PKS ditarik dari Prolegnas Prioritas. RUU ini baru masuk kembali ke Prolegnas Prioritas DPR pada 2021.
Baca juga: Tegaskan Urgensi RUU TPKS, Ketua DPR: Harus Ada Payung Hukum untuk Membuat Rasa Aman
Untuk mendapat dukungan 8 fraksi DPR, RUU TPKS telah menempuh proses panjang. Awalnya RUU ini hanya didukung oleh 3 partai pengusul yakni Partai NasDem, PKB, dan PDIP, ditambah Gerindra.
Setelah banyaknya desakan dari masyarakat terhadap RUU TPKS ditambah lobi-lobi fraksi pendukung, 4 fraksi lainnya ikut memberikan dukungan. Hanya PKS yang sejak awal hingga rapat paripurna hari ini konsisten tegas menolak RUU TPKS.
RUU TPKS pun ditargetkan akan selesai dalam 2 kali masa sidang setelah resmi disahkan sebagai RUU Inisiatif DPR.
"Maksimal dua masa sidang, tapi kecuali pimpinan memberikan restu itu dibahas di masa reses itu akan berbeda lagi itu akan bisa lebih cepat," ujar Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU TPKS, Willy Aditya, Selasa.
Politikus Partai NasDem itu meyakini pembahasan RUU TPKS bersama pemerintah tidak akan menemui aral berarti. Sebab, menurut Willy, pemerintah memiliki komitmen yang sama dengan DPR untuk segera mengesahkan RUU TPKS.
Baca juga: Instruksi Jokowi dan Jalan Terjal RUU TPKS yang Sudah 6 Tahun Jalan di Tempat
Komitmen tersebut tercermin dari langkah pemerintah yang telah membentuk Gugus Tugas Percepatan Pembentukan RUU TPKS. Untuk itu, Willy berharap, pemerintah dapat segera mengirimkan surat presiden kepada DPR agar pembahasan RUU TPKS dapat segera dimulai.
"Dengan komunikasi yang intensif dengan Gugus Tugas saya pikir tidak banyak perubahan ya, tinggal bagaimana penyempurnaan kiri dan kanan, tapi secara substansi semua sama," tuturnya
"Publik, korban yang membutuhkan keadilan, benar-benar menunggu kehadiran undang-undang. Insya Allah kita lagi komunikasi, tadi saya bilang kalau bisa izin bersidang di masa reses kenapa tidak, toh undang-undang yang lain bisa kok," sambung Willy.
Komitmen pemerintah terhadap RUU TPKS disampaikan langsung oleh Presiden Jokowi. Ia menyerukan pentingnya perlindungan terhadap korban kekerasan seksual, utamanya pada perempuan, melalui RUU TPKS.
Jokowi bahkan menyoroti proses pembahasan RUU yang tidak kunjung usai sejak 6 tahun lalu.
"Perlindungan terhadap korban kekerasan seksual perlu menjadi perhatian kita bersama, utamanya kekerasan seksual pada perempuan yang mendesak harus segera ditangani," sebut Jokowi dalam tayangan YouTube Sekretariat Presiden, Selasa (4/1/2022).
"Saya mencermati dengan seksama Rancangan Undang-undang tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual sejak dalam proses pembentukan pada tahun 2016 hingga saat ini masih berproses di DPR," tambah dia.
Baca juga: Draf RUU TPKS: Bantu hingga Sembunyikan Pelaku Kekerasan Seksual Dipidana 5 Tahun Penjara
Jokowi pun memerintahkan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly serta Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga berkoordinasi dengan DPR agar mengebut proses pembahasan RUU TPKS. Ia juga mengaku telah meminta Gugus Tugas pemerintah yang menangani RUU TPKS segera menyiapkan daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU ini.
"Sehingga proses pembahasan bersama nanti bisa lebih cepat, masuk ke pokok-pokok substansi untuk memberikan kepastian hukum, serta menjamin perlindangan bagi korban kekerasan seksual," tegas Jokowi.
Baca juga: Jokowi Perintahkan Menterinya Percepat Pembahasan RUU TPKS dengan DPR
Jokowi mengaku punya harapan besar agar RUU TPKS segera rampung sehingga mampu melindungi para korban kekerasan seksual.
"Saya berharap RUU tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual ini dapat segera disahkan sehingga memberikan perlindungan secara maksimal bagi korban kekerasan seksual di Tanah Air," harap Jokowi.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Menteri PPPA) Bintang Puspayoga berharap agar pembahasan RUU TPKS dilakukan secara hati-hati dan cermat. Dengan begitu, UU TPKS nantinya akan menjadi payung hukum yang mampu melindungi bangsa ini dari kekerasan seksual.
Bintang juga mengatakan, keputusan menjadikan RUU ini sebagai RUU inisiatif DPR bak angin segar bagi upaya menuntaskan kekerasan, terutama yang dialami perempuan dan anak serta kelompok disabilitas.
Kekerasan ini sering kali berdampak tidak hanya bagi korban namun juga pada seluruh keluarga yang berlangsung seumur hidup.
Baca juga: Begini Hak-hak Korban Kekerasan Seksual yang Diatur dalam Draf RUU TPKS
“Pada dasarnya kami sangat memahami dan sepakat bahwa RUU TPKS tidak saja melindungi perempuan dan anak-anak, tapi juga melindungi semua anak bangsa. RUU TPKS akan memberikan kepastian hukum dalam pencegahan, perlindungan, penanganan, dan pemulihan bagi korban,” ujar Bintang.
Kementerian PPPA sendiri telah melakukan usaha menyinergikan pekerjaan dan membangun kesepahaman di antara kementerian/lembaga, baik di dalam Gugus Tugas Percepatan Pembahasan RUU TPKS maupun dalam kesempatan koordinasi bersama leading sector terkait lainnya, seperti dengan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, dan Kementerian PAN-RB.
"Lebih jauh kami berharap nantinya pembahasan benar-benar mencakup semua aspek penanganan kekerasan seksual, mulai dari pencegahan, penanganan, pemulihan, dan rehabilitasi," ujarnya.
Indonesia telah mengalami darurat kekerasan seksual karena banyaknya kasus-kasus kekerasan seksual. Bahkan tak sedikit korban-korban kekerasan seksual takut melaporkan karena kurangnya perlindungan dari sisi payung hukum.
Ketua Badan Legislasi DPR Supratman Andi Agtas mengakui, draf RUU TPKS yang disepakati oleh Baleg DPR memang belum sempurna. Menurut dia, draf tersebut merupakan jalan tengah dengan mengakomodasi aspirasi dari berbagai pihak.
Baca juga: Penyusunan Draf RUU TPKS Buntu, Ketua Panja Akui Masih Cukup Berat
"Saya tahu persis bahwa kita pingin mau sempurna, tetapi tidak mungkin, kesempurnaan itu hanya milik Tuhan. Kita maksimal untuk bergerak ke arah bagaimana kemudian kita saling mengakomodir," ujar Supratman.
Namun, politisi Gerindra tersebut menilai, RUU TPKS merupakan sebuah langkah progresif yang dilakukan oleh Baleg. Sebab, RUU ini mengatur bahwa keterangan saksi korban sudah cukup untuk membuktikan terdakwa kasus kekerasan seksual bersalah selama disertai satu alat bukti lainnya.
Supratman mengatakan, ketentuan seperti itu tidak berlaku di tindak pidana lain di mana satu saksi dinilai tidak cukup atau tidak dianggap sebagai saksi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.