JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami adanya kontrak kerja sama terkait pengadaan lahan antara pihak swasta dengan Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi.
Pendalaman itu dilakukan penyidik melalui dua saksi yaitu pihak bagian Keuangan PT Hanaveri Sentosa dan PT Kota Bintang Rayatri, Sherly dan seorang karyawan swasta, Intan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.
Keduanya diperiksa dalam kasus dugaan suap terkait proyek pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di lingkungan Pemkot yang menjerat Wali Kota Nonaktif Rahmat Effendi.
Baca juga: Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi Berpotensi Dijerat Pencucian Uang
"Kedua saksi ini dikonfirmasi terkait kontrak kerjasama dengan pihak Pemkot Bekasi dalam rangka pengadaan lahan dan dugaan adanya pemutusan kontrak sepihak atas kontrak pengadaan lahan dimaksud," ujar Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri, ditemu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (17/1/2022).
Dalam pemeriksaan ini, KPK juga mendalami aliran uang yang dinikmati Rahmat Effendi, yang diduga berasal dari potongan dana sejumlah pegawai.
Pendalaman itu dilakukan penyidik melalui tujuh orang saksi yaitu Sekretaris Daerah (Sekda) Pemkot Bekasi, Reny Hendrawari; Kepala BPBD Kota Bekasi, Nurcholis dan ajudan Rahmat Effendi, Andi Kristanto.
Kemudian, Kabid Pertanahan Disperkimtan Kota Bekasi, Heryanto; Camat Rawa Lumbu, Makfud Syaifudin; pejabat pembuat komitmen (PPK) Giyarto; serta pihak Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A), Tita Listia.
Baca juga: Sejarawan: Nama Nusantara untuk Ibu Kota Baru Wakili Arogansi dan Jawa-sentris
"Para saksi didalami mengenai adanya dugaan aliran sejumlah uang yang dinikmati tersangka RE (Rahmat Effendi) dan pihak terkaitnya yang berasal dari potongan dana beberapa pegawai," kata Ali.
"Selain itu, dikonfirmasi juga terkait dugaan adanya arahan dan perintah tersangka RE untuk menentukan proyek-proyek tertentu yang anggarannya dikelola Pemkot Bekasi," tutur dia.
Dalam kasus itu, Rahmat Effendi yang akrab disapa Pepen itu diduga menerima ratusan juta rupiah dari hasil minta "uang jabatan" kepada pegawai Pemerintah Kota Bekasi.
Pepen juga diduga mengintervensi lokasi lahan ganti rugi yang telah diatur dalam APBD-P Tahun 2021 yang dianggarkan sekitar Rp 286,5 miliar.
Ganti rugi dari proyek tersebut di antaranya adalah pembebasan lahan sekolah di wilayah Rawalumbu senilai Rp 21,8 miliar dan pembebasan lahan polder 202 senilai Rp 25,8 miliar.
Kemudian, pembebasan lahan polder air di Kranji senilai Rp 21,8 miliar dan melanjutkan proyek pembangunan gedung teknis bersama senilai Rp 15 miliar.
Baca juga: Asal Usul Lahirnya Nusantara hingga Dianggap Jawa Sentris untuk Nama Ibu Kota Baru
Pepen dibekuk dalam operasi tangkap tangan (OTT). Total ada 13 orang selain Pepen yang ikut ditangkap pada 5 dan 6 Januari 2022. Dari hasil OTT ini, KPK menyita barang bukti berupa uang tunai dengan jumlah Rp 5 miliar.
Selain Pepen, ada 8 orang lain yang turut ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dari hasil OTT itu. Lima lainnya dilepas dan berstatus sebagai saksi.
Empat orang merupakan penerima suap yakni Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan PTSP M Bunyamin, Lurah Kali Sari Mulyadi alias Bayong, Camat Jatisampurna Wahyudin, dan Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan Kota Bekasi Jumhana Lutfi.
Empat orang lainnya merupakan pemberi suap, yakni Ali Amril Direktur PT MAM Energindo, Lai Bui Min alias Anen (swasta), Suryadi dari PT Kota Bintang Rayatri, dan Makhfud Saifudin camat Rawalumbu.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.