JAKARTA, KOMPAS.com - Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa mendukung proses hukum terkait proyek satelit komunikasi pertahanan (Satkomhan) di Kementerian Pertahanan (Kemenhan).
Hal itu disampaikan Andika usai bertemu Jaksa Agung ST Burhanuddin di Kejaksaan Agung (Kejagung), Jakarta, Jumat (14/1/2022).
"Saya siap mendukung keputusan dari pemerintah untuk melakukan proses hukum," ujar Andika, Jumat.
Andika mengatakan, pihaknya sebelumnya telah dipanggil Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud pada Kamis (13/1/2022).
Dalam pertemuan itu, Andika menerima paparan dari Mahfud mengenai proses hukum yang akan ditempuh pemerintah terkait proyek satelit di Kemenhan.
Baca juga: Panglima Sebut Ada Indikasi Keterlibatan Personel TNI di Kasus Satelit Militer Kemenhan
Dari pertemuan itu juga, Andika mengetahui bahwa ada dugaan keterlibatan personel TNI.
"Memang beliau (Mahfud) menyebut ada indikasi awal, indikasi awal beberapa personel TNI yang masuk dalam proses hukum," kata Andika.
Meski demikian, Andika sejauh ini masih menunggu kepastian nama-nama prajurit TNI yang diduga terlibat dalam proyek tersebut.
"Jadi kami menunggu nanti untuk nama-namanya yang memang masuk dalam kewenangan kami," tegas dia.
Diberitakan, Mahfud mengungkapkan, proyek pengelolaan satelit yang ada di Kemenhan membuat negara menelan kerugian ratusan miliar.
Kerugian itu terjadi lantaran adanya penyalahgunaan dalam pengelolaan Satelit Garuda-1 yang telah keluar orbit dari slot orbit 123 derajat bujur timur (BT) pada 2015 sehingga terjadi kekosongan pengelolaan satelit oleh Indonesia.
"Apabila tidak dipenuhi, hak pengelolaan slot orbit akan gugur secara otomatis dan dapat digunakan oleh negara lain," ujar Mahfud dalam konferensi pers virtual, Kamis (13/1/2022).
Baca juga: Jaksa Agung: Hari ini, Surat Perintah Penyidikan Kasus Satelit Kemenhan Akan Diterbitkan
Berdasarkan aturan International Telecommunication Union (ITU), negara yang telah mendapat hak pengelolaan akan diberi waktu tiga tahun untuk mengisi kembali slot orbit.
Ketika slot orbit 123 mengalami kekosongan pengelolaan, Kemenhan kemudian mengajukan permintaan untuk mendapatkan hak pengelolaan kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo).
Permintaan ini berkaitan dengan rencana Kemenhan yang akan menjalankan proyek satelit komunikasi pertahanan (Satkomhan).
Dalam kenyataannya, kemenkominfo ternyata tak langsung menanggapi permintaan tersebut.
Namun, Kemenhan tiba-tiba bergerak sendiri dengan membuat kontrak sewa bersama Satelit Artemis milik Avanti Communication Limited pada 6 Desember 2015.
Padahal persetujuan penggunaan slot orbit 123 derajat Bujur Timur dari Kemkominfo baru keluar pada 29 Januari 2016.
Saat menekan kontrak bersama Avanti, belakangan terungkap bahwa Kemenhan ketika itu belum memiliki anggaran untuk keperluan proyek satelit militer.
Baca juga: Kronologi Proyek Satelit Kemenhan yang Bikin Negara Rugi Ratusan Miliar Rupiah
Anggaran untuk keperluan proyek ini baru tersedia pada 2016, namun Kemenhan melakukan self blocking.
Tak berhenti sampai di situ, Kemenhan kemudian juga tetap menekan kontrak bersama Navayo, Airbus, Detente, Hogan Lovel, dan Telesat pada periode 2015 hingga 2016, yang anggarannya pada 2015 juga belum tersedia.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.