Merespons hal ini, Presiden Joko Widodo lantas memerintahkan Menteri Pertahanan kala itu, Ryamizard Ryacudu, untuk membenahinya.
“Menhan lalu ditugaskan presiden mengisi kekosongan,” kata Bambang pada 4 Desember 2015.
Pertimbangannya, kategori slot adalah satelit L-band. Hal ini dinilai sangat strategis karena hanya sekitar delapan negara yang punya slot tersebut.
Baca juga: Jaksa Agung: Dugaan Korupsi Pengadaan Pesawat Garuda Terjadi di Masa Dirut Berinisial ES
Slot L-band dianggap sangat penting untuk pertahanan karena bisa dipakai pada cuaca apa pun. Selain itu, jumlahnya juga tak banyak.
Kebetulan, ketika itu, ada satelit Artermis milik Avanti Communication Limited yang akan habis bahan bakarnya pada 2019.
Kemenhan pun akhirnya membuat kontrak sewa satelit Artemis dengan biaya sebesar 30 juta dollar AS. Kontrak diteken kendati penggunaan slot orbit 123 derajat BT dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) baru diterbitkan 29 Januari 2016.
Kemenhan juga membuat kontrak dengan Navayo, Airbus, Detente, Hogan Lovel, dan Telesat selama kurun waktu 2015-2016.
Namun, perjalanan kontrak ini tak mulus. Satelit Airbus tak pernah dibayar sehingga kontrak dianggap ditunda.
Pembayaran ke Avanti juga tak sesuai nilai kontrak yang disepakati, sehingga perusahaan itu menarik satelit Artemis dari 123 BT November 2017.
Baca juga: Blak-blakan Mahfud soal Menteri yang Minta Rp 40 M hingga Ambisi Pilpres 2024
Sementara, Menko Mahfud mengungkap, pada saat melakukan kontrak dengan Avanti, Kemenhan belum memiliki anggaran. Anggaran juga belum tersedia ketika Kemenhan teken kontrak dengan Navayo, Airbus, Detente, Hogan Lovel, dan Telesat.