JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Menteri Agama, Zainut Tauhid Sa'adi, mengusulkan revisi Undang-Undang Pesantren untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual di lingkungan pondok pesantren.
Menurut Zainut, salah satu hal yang perlu diatur dalam UU Pesantren adalah ketentuan mengenai pengawasan terhadap pondok pesantren.
"Ini juga saya kira kami mohon telaah ulang, apakah ini perlu dilakukan semacam revisi agar pemerintah dan masyarakat bisa memiliki akses untuk melakukan pengawasan di pondok pesantren," kata Zainut dalam rapat dengan Komisi VIII DPR, Kamis (13/1/2022).
Baca juga: 3 Santriwati Dicabuli di Ciparay Bandung, Polisi Periksa Legalitas Pondok Pesantren
Zainut menjelaskan, Undang-Undang Pesantren saat ini belum mengatur adanya pengawasan, baru ada Dewan Masyayikh yang tugasnya terbatas pada konten pendidikan.
Menurut dia, keberadaan pengawas sangat penting karena pesantren adalah unit pendidikan unik yang memiliki independensi sehingga perlu kerja sama dari seluruh pihak untuk mengawasi pondok pesantren.
Zainut menegaskan bahwa pesantren dan lembaga pendidikan lainnya semestinya dijauhkan dari tindakan asusila dan tidak bermoral seperti pelecehan seksual.
"Bahwa itu terjadi di pondok pesantren, iya, tapi itu tidak mencerminkan seluruh pesantren yang ada, sebagian kecil pesantren yang melakukan itu," ujar dia.
Ia mengatakan, seiring munculnya kasus kekerasan seksual di pondok pesantren, jajaran Kementerian Agama telah melakukan investigasi untuk melakukan mitigasi terhadap persoalan tersebut.
Salah satu hal yang telah dilakukan adalah memperketat izin pendirian pondok pesantren, misalnya agar pesantren mesti mendapat rekomendasi dari organisasi masyarakat Islam.
"Harus ada beberapa persyaratan, misalnya pesantren itu memiliki atau mendapatkan rekomendasi dari ormas Islam misalnya, agar ormas tersebut juga ikut memberikan pengawasan kepada pondok pesantren," kata Zainut.
Kasus-kasus kekerasan seksual di pondok pesantren dan lembaga sejenis bukan barang baru, meski baru banyak terungkap belakangan ini.
Kasus yang paling menyita perhatian melibatkan pimpinan salah satu yayasan pesantren di Kota Bandung, Jawa Barat, yaitu HW (36), yang diduga memperkosa belasan santri sejak 2016. Beberapa santri bahkan sampai melahirkan.
Baca juga: Menag Yaqut Tegaskan Akan Terus Perhatikan Pondok Pesantren
Polres Cilacap, Jawa Tengah, juga mengungkap kasus serupa. Pelakunya adalah guru pelajaran agama berinisial M (51) di Kecamatan Patimuan. Korban sedikitnya mencapai 15 siswi.
Di Ogan Ilir, Sumatera Selatan, dua pengasuh ponpes diringkus polisi. Mereka diduga mencabuli 26 santri laki-laki.
Di Jombang, Jawa Timur, pimpinan ponpes berinisial S (50) divonis 15 tahun dan denda Rp 4 miliar pada 2020 lalu karena terbukti mencabuli santriwati. Sedikitnya 15 santriwati jadi korban.
Di Depok, Jawa Barat, predator seksual anak berkedok biarawan, Bruder Angelo, kini menanti vonis hakim setelah dituntut 14 tahun penjara oleh kejaksaan. Angelo diduga memanfaatkan statusnya untuk mencabuli sejumlah anak yang dia asuh di panti asuhan buatannya, Kencana Bejana Rohani.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.