JAKARTA, KOMPAS.com - Nama Menteri Investasi atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia, beberapa hari terakhir menjadi sorotan publik.
Hal itu lantaran dirinya mengemukakan agar Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 sebaiknya ditunda. Ia mengeklaim, suara-suara itu datang dari para pengusaha yang bercerita kepadanya.
Dengan alasan pemulihan ekonomi nasional akibat pandemi Covid-19, kata Bahlil, para pengusaha berharap penyelenggaraan peralihan kepemimpinan nasional itu ditunda.
Baca juga: Sebut Dunia Usaha Minta Pilpres Ditunda, Menteri Bahlil Dinilai Tak Paham Konstitusi
"Kalau kita mengecek di dunia usaha, rata-rata mereka memang berpikir adalah bagaimana proses demokrasi ini, dalam konteks peralihan kepemimpinan, kalau memang ada ruang untuk dipertimbangkan dilakukan proses untuk dimundurkan, itu jauh lebih baik," kata Bahlil dalam rilis survei Indikator Politik Indonesia, Minggu (9/1/2022), dikutip dari Kompas.tv.
"Kenapa, karena mereka ini baru selesai babak belur dengan persoalan kesehatan. Ini dunia usaha baru naik, baru mau naik tiba-tiba mau ditimpa lagi dengan persoalan politik. Jadi itu hasil diskusi saya sama mereka," sambungnya.
Baca juga: Jokowi Diprediksi Jadi King Maker Paling Kuat di Pilpres 2024
Tak butuh waktu lama, ragam komentar pun menghujani Bahlil, terutama dari partai-partai politik.
Serentak, baik partai koalisi pemerintahan maupun oposisi menyatakan menolak adanya pernyataan Bahlil.
Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Luqman Hakim menilai, Bahlil tidak paham akan konstitusi negara terkait peralihan kepemimpinan lewat Pilpres.
Hal tersebut memang tercantum dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
"Pernyataan Bahlil Lahadalia itu menunjukkan yang bersangkutan tidak paham konstitusi negara ini," kata Luqman dalam keterangannya, Senin (10/1/2022).
Baca juga: Cerita Mahfud MD Ada Dirjen Mundur karena Dimintai Setoran Rp 40 Miliar oleh Menteri
Dia kemudian menjelaskan bahwa dalam Pasal 7 UUD 1945, Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun dan dapat dipilih sekali lagi pada jabatan yang sama.
Sementara, Pasal 6A UUD 1945 juga menegaskan Presiden dan Wakil Presiden dipilih rakyat secara berpasangan melalui pemilihan umum.
Lalu, Pasal 22E UUD 1945 menegaskan pemilihan umum harus dilaksanakan setiap lima tahun.