JAKARTA, KOMPAS.com - Gonjang-ganjing dugaan korupsi di lingkungan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk terus bergulir.
Terbaru, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir melaporkan dugaan kasus korupsi itu ke Kejaksaan Agung (Kejagung). Korupsi tersebut diduga berkaitan dengan pembelian pesawat ATR 72 seri 600.
Erick mengatakan, laporan ini bukan hanya sekadar tuduhan. Ia mengaku telah mengantongi bukti.
"Sudah bukan eranya menuduh, kami bertindak berdasarkan bukti," kata Erick melalui pernyataan tertulis yang diterima Kompas.com, Selasa (11/1/2022).
Baca juga: Erick Thohir Serahkan Bukti Dugaan Korupsi Penyewaan Pesawat ATR 72 oleh Garuda Indonesia
Menurut Erick, sebelum laporan ini ia buat, sudah dilakukan investigasi. Dari hasil investigasi didapatkan data-data valid mengenai dugaan korupsi dalam pembelian pesawat ATR 72 seri 600.
Hasil audit investigasi itu juga digunakan Erick sebagai bukti dalam laporannya ke Kejagung.
"Garuda ini sedang tahap restrukturisasi tetapi yang sudah kita ketahui juga secara data-data valid memang dalam proses pengadaan pesawat terbangnya, leasing-nya itu ada indikasi korupsi dengan merek yang berbeda-beda," kata Erick.
Melalui laporan ini, Erick berharap Garuda bisa berbenah menjadi lebih profesional.
Adapun dikutip dari laman resmi Garuda Indonesia, pesawat ATR 72 seri 600 mulai beroperasi sejak Oktober 2014.
Dengan kapasitas 70-72 kursi, pesawat itu melayani 9 destinasi meliputi Banyuwangi, Jember, Lombok, Bima, Sumbawa Besar, Tambolaka, Labuanbajo, Ende, dan Kupang.
Menyikapi laporan Erick, Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengaku pihaknya memberikan dukungan penuh.
Irfan mengatakan, pihaknya juga bersedia menindaklanjuti setiap keperluan penyelidikan terkait dugaan korupsi pengadaan pesawat beberapa tahun lalu itu.
"Garuda berkomitmen untuk mendukung setiap upaya peningkatan transparansi dan akuntabilitas perusahaan dalam setiap aktivitas bisnisnya," katanya melalui keterangan tertulis, Selasa (11/1/2022).
Menurut Irfan, pihaknya ingin Garuda menjadi entitas bisnis yang sehat tidak hanya dari sisi kinerja keuangan dan operasional, tetapi juga tata kelola perusahaan.
Adapun penyelidikan dugaan tindak pidana korupsi di tubuh Garuda Indonesia sejatinya telah dilakukan Kejagung sejak Desember lalu.
Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung Supardi menyebutkan, perkara yang tengah diselidiki terkait dengan leasing atau penyewaan pesawat oleh maskapai itu.
Sejumlah pihak pun telah diperiksa sebagai saksi terkait perkara ini.
Baca juga: Laporkan Dugaan Korupsi Garuda Indonesia ke Kejagung, Erick Thohir Sebut Punya Bukti
“Dirut Garuda yang baru udah kita mintain informasi sudah, yang baru. Entarlah, ini masih dini kalau ditanya ini,” kata Supardi saat dikonfirmasi, Kamis (30/12/2021).
Kala itu, Supardi enggan menjabarkan lebih lanjut penyelidikan yang pihaknya lakukan. Namun, ia memastikan, penyelidikan ini berkaitan dengan penyewaan pesawat.
Sebelumnya, dalam beberapa kesempatan, Menteri Erick sudah menyoroti krisis keuangan yang dialami maskapai pelat merah itu.
Ia mengatakan, krisis tersebut tidak hanya karena dampak pandemi Covid-19, tetapi juga karena tindakan korupsi yang dilakukan manajemen lama.
Menurut Erick, Garuda Indonesia bekerja sama dengan 36 penyewa pesawat atau lessor yang sebagian terlibat dalam tindakan koruptif dengan manajemen lama.
Hal inilah yang menyebabkan biaya sewa pesawat Garuda terlampau mahal.
"Sejak awal kami di Kementerian (BUMN) meyakini, bahwa memang salah satu masalah terbesar di Garuda mengenai lessor. Lessor ini harus kami petakan ulang, mana saja yang masuk kategori dan bekerja sama di kasus yang sudah dibuktikan koruptif," katanya dalam rapat dengan Komisi VI DPR RI, sebagaimana diberitakan Kompas.com, Juni 2021.
Mantan Komisaris Garuda Indonesia, Peter Gontha, juga sebelumnya telah mengungkit biaya sewa pesawat yang terlalu mahal.
Peter bahkan telah melaporkan hal tersebut ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).
Melalui akun Instagram miliknya, Peter Gontha mencontohkan sewa Boeing 777 yang harga pasarannya 750.000 dollar AS per bulan, malah disewa Garuda dengan taruf 1,4 juta dollar AS.
Sebagaimana catatan Kementerian BUMN, hingga akhir September 2021, utang Garuda Indonesia sudah mencapai 9,8 miliar dollar AS atau sekitar Rp 140 triliun (asumsi kurs Rp 14.300 per dollar AS).
Baca juga: Sambangi KPK, Prima Beri Bukti Tambahan Bisnis PCR Luhut dan Erick Thohir
Secara rinci, liabilitas atau kewajiban Garuda mayoritas berasal dari utang kepada lessor mencapai 6,35 miliar dollar AS.
Selebihnya, ada utang ke bank sekitar 967 juta dollar AS, dan utang dalam bentuk obligasi wajib konversi, sukuk, dan KIK EBA sebesar 630 juta dollar AS.
Oleh karenanya, secara teknis Garuda Indonesia sudah dalam kondisi bangkrut, namun belum secara legal. Sebab maskapai milik negara ini punya utang yang lebih besar ketimbang asetnya, sehingga mengalami ekuitas negatif.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.