JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, Vaksin Nusantara berbeda dengan vaksin Covid-19 lainnya yang bisa diberikan secara massal.
Vaksin gagasan mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto itu hanya bisa didapat di rumah sakit.
"Saat sekarang ini diterapkan di rumah sakit dan tentu treatment-nya sedikit berbeda karena sebagai imunoterapi dan dalam bentuk peralatan, alat-alat kesehatan," kata Airlangga ketika melakukan keterangan pers mengenai evaluasi hasil PPKM secara daring, Senin (10/1/2022).
Baca juga: Siapkan Booster, Pemerintah Pernah Janji Vaksin Nusantara Tidak untuk Komersial
Untuk diketahui, pengembangan vaksin ini dilakukan dengan metode sel dendritik (dendritic cell) autolog yang artinya platform vaksin diambilkan dari sel individu itu sendiri.
Sehingga, secara garis besar dapat disebutkan untuk setiap orang dibuat vaksinnya sendiri.
"Terkait dengan perkembangan vaksin Nusantara tentunya ini juga akan terus didorong," tambahnya.
Dikutip dari pemberitaan Kompas.com, sejak diprakarsai Terawan, pengembangan vaksin Nusantara disponsori oleh PT Rama Emerald dan PT AIVITA Indonesia, yang bekerja sama dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes), Kementerian Kesehatan.
Dikutip dari laman resmi www.litbang.kemkes.go.id, penandatanganan perjanjian kerja sama uji klinik vaksin sel dendritik SARS Cov-2, antara Badan Litbang Kesehatan dengan PT Rama Emerald Multi Sukses dilakukan di Kementerian Kesehatan, Jakarta, Kamis (22/10/2020).
Baca juga: Vaksin Nusantara Dipertimbangkan Jadi Booster, Ini Deretan Pejabat yang Sudah Disuntik
Saat itu, penandatanganan dilakukan oleh Kepala Badan Litbang Kesehatan Slamet dengan General Manager PT Rama Emerald Multi Sukses, Sim Eng Siu, serta disaksikan oleh Menteri Kesehatan RI Terawan Agus Putranto.
PT Rama Emerald Multi Sukses sudah mendapatkan lisensi untuk mengembangkan vaksin sel dendrintik dari PT AIVITA Biomedical Inc yang berlokasi di Amerika Serikat.
Adapun pengembangan vaksin ini dilakukan oleh tim peneliti dari Balitbangkes Kementerian Kesehatan, RSPAD Gatot Subroto, RSUP Dokter Kariadi, dan Universitas Diponegoro.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.