Kendati demikian, melansir The Guardian, Rabu (15/12/2021), varian Omicron berkembang sekitar 10 kali lebih lambat di jaringan paru-paru.
Peristiwa ini, kata Ahmad, menunjukkan pentingnya melakukan double check, baik di keberangkatan dan kedatangan.
Terutama saat berada di pesawat, ada saja yang tidak memakai masker atau melepaskan maskernya dalam beberapa waktu, misalnya pada saat makan.
Oleh karenanya, bisa jadi, para pelaku perjalanan tertular dari orang lain saat di pesawat.
"Bisa jadi saat check-in jumlah virus masih sedikit. Tapi, dalam hitungan jam, kan, si virus terus bertambah sehingga muncul fase infeksius," terang Ahmad.
Varian Omicron yang pertama kali dilaporkan di Afrika Selatan kini memang telah menyebar di berbagai belahan dunia.
Banyak negara melaporkan terjadinya lonjakan kasus pasca varian ini menyebar. Turki menjadi salah satu negara yang mencatatkan penularan Omicron paling tinggi.
Baca juga: Kemenkes: Mayoritas Temuan Varian Omicron Transmisi Lokal Ada di Jakarta
Pada Kamis (6/1/2022), Turki mencatatkan 68.413 kasus baru di tengah melonjaknya kasus infeksi yang disebabkan varian Omicron.
Melansir Reuters, kasus Omicron di Turki meningkat lebih dari dua kali lipat hanya dalam waktu seminggu dan varian Omicron menjadi strain dominan di negara tersebut.
Merespons situasi ini, pemerintah Turki belum mengambil langkah pembatasan baru. Namun, masa karantina untuk kasus positif diperbarui menjadi 7 hari.
Pemerintah juga mendesak warganya untuk segera divaksin dan disiplin menerapkan protokol kesehatan.
Masyarakat pun diimbau untuk tidak berkerumun dan menghindari tempat-tempat ramai, lokasi tanpa ventilasi, dan pertemuan-pertemuan yang melibatkan orang banyak.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.