"Bahkan, sekarang lembaga riset yang sudah punya DNA sebagai lembaga riset seperti Eijkman, tiba-tiba dilebur. Tidak mungkin ada riset yang berkualitas kalau peneliti diperlakukan jadi pegawai kantor, harus patuh semua," kata dia.
Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Azyumardi Azra menyebut peleburan lembaga penelitian nonkementerian (LPNK) ke BRIN sebagai malapetaka bagi riset dan inovasi tanah air.
"Penciptaan BRIN yang mengintegerasikan, melikuidasi berbagai LPNK, itu adalah malapateka untuk riset dan inovasi Indonesia," kata Azyumardi dalam diskusi daring yang diselenggarakan Narasi Institute, Jumat (7/1/2022).
Menurut Azyumardi, peleburan LPNK ke BRIN akan menyebabkan dekonstruksi kelembagaan dan sumber daya manusia (SDM) di masing-masing lembaga.
Ia berpendapat, akan lebih tepat jika BRIN hanya menjadi badan yang menjalankan tugas dan fungsi koordinasi sesuai UU Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
"Saya kira kalau itu saya setuju. Bagus. Tapi kalau mengintegrasikan, maka BRIN bayang-bayangnya lebih panjang dari badannya. Artinya, kapasitas dia tidak memadai untuk menangani semua ini," tuturnya.
Baca juga: Tak Ada Surat, Lisan Begitu Saja dari BRIN, Tanggal 1 Harus Hengkang Semuanya
Terkait dengan nasib para peneliti, untuk para peneliti Eijkman, pemerintah menawarkan lima opsi untuk mereka yang ingin tetap bekerja di lembaga tersebut.
Pertama, berstatus ASN.
Kedua, mengikuti penerimaan ASN jalur PNS 2021 jika periset honorer masih berusia 40 tahun dan telah lulus S3.
Ketiga, jika di atas 40 tahun, meski sudah lulus S3, periset honorer hanya bisa mengikuti penerimaan ASN jalur PPPK 2021.
Keempat, periset honorer non-S3 melanjutkan studi dengan skema by-research dan research assistantship (RA).
Kelima, honorer non-periset akan diambil alih RSCM sekaligus mengikuti rencana pengalihan Gedung LBME ke RSCM sesuai permintaan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang memang memiliki aset tersebut sejak awal.
Seorang eks ilmuwan LBM Eijkman non-ASN dan non-S3 yang enggan disebutkan identitasnya mengatakan bahwa opsi-opsi itu bukan solusi bagi peneliti.
Hal ini juga menunjukkan bahwa pemerintah tidak mengapresiasi sumbangsih mereka selama ini.
"Itu take it or leave it. Kesannya, kalau tidak bisa ikut seperti ini, ya silakan pindah," kata dia kepada Kompas.com, Jumat.
Baca juga: Ironi Ilmuwan Pasca-peleburan BRIN: Yang Mengabdi, yang Terpaksa Angkat Kaki...