JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) kini menjadi induk lembaga yang membawahi puluhan entitas riset di Indonesia.
BRIN merupakan lembaga pemerintah yang dibentuk di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo dan direncanakan menjadi "superbody riset" di Tanah Air.
Nama BRIN mendapat sorotan dalam beberapa waktu terakhir lantaran proses peleburan puluhan lembaga riset membuat ratusan peneliti kehilangan pekerjaan mereka.
Mulanya, sorotan terhadap BRIN muncul setelah banyak peneliti muda Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman bersuara melalui media sosial Twitter mengenai nasib mereka.
Peneliti non-ASN dan tanpa gelar S3 di lembaga tersebut dipaksana menyingkir usai peleburan ke BRIN.
Baca juga: Azyumardi Azra: Integrasi LBM Eijkman ke BRIN Malapetaka Riset dan Inovasi
Di bawah BRIN, Eijkman kini berganti nama menjadi Pusat Riset Biologi Molekuler (PRBM) Eijkman.
Tak hanya lembaga Eijkman, ratusan ilmuwan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) juga kehilangan pekerjaan mereka setelah lembaga itu dilebur ke BRIN.
Proses peleburan lembaga riset ke dalam tubuh BRIN pun pada akhirnya membuat banyak pihak bertanya mengenai arah pemerintah dalam mengelola riset dan inovasi di Tanah Air.
Beberapa pihak pun menilai, peleburan lembaga riset ke dalam BRIN serta nasib peneliti di dalamnya yang berstatus sebagai ASN bakal memengaruhi kemajuan riset Indonesia ke depan.
Akademi Ilmu Pengetahuian Indonesia (AIPI) angkat bicara terkait peleburan beberapa lembaga riset ke dalam tubuh BRIN.
Kepala Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia Satryo Soemantri Brodjonegoro menilai, riset bermutu mustahil muncul apabila para peneliti diperlakukan laiknya pegawai kantor.
Baca juga: BRIN Seolah Pilih Kasih terhadap Lulusan S3, padahal Periset S1 dan S2 Tak Bisa Diremehkan
"Saya selaku AIPI sudah mengingatkan sejak awal, tapi tidak didengar. Seharusnya BRIN bisa berperan koordinasi, tanpa harus melebur lembaga riset yang sudah ada dan bekerja baik seperti (Lembaga Biologi Molekuler) Eijkman," ungkap Satryo dikutip Kompas, Rabu (5/1/2022).
Satryo menambahkan, negara-negara maju yang risetnya bagus, justru melakukan desentralisasi riset alih-alih sentralisasi seperti yang dilakukan pemerintah Indonesia dengan BRIN-nya.
Desentralisasi ini membuat setiap lembaga riset bisa memiliki kekuatan dan meneliti dengan hasil maksimal.
"Penelitinya ditantang menghasilkan karya terbaik, bukan disatukan dan ditugaskan untuk menjadi pegawai," sebut Sateyo.