Pelampung tersebut kemudian mentransmisikan data itu ke InaTOC (Indonesia Tsunami Observation Center – Pusat Pemantauan Tsunami Indonesia) di Jakarta.
“(Pemasangannya) sudah selesai semua. Sudah ada data gempa yang terkirim ke InaTOC di Thamrin itu. Jadi, kami pasang sudah langsung terhubung,” ujar Andika.
Usai merampungkan pekerjaan yang bisa menyelamatkan puluhan, ratusan, bahkan ribuan nyawa itu, Andika dan kolega hanya dapat mengambil napas panjang sesaat.
Baca juga: Seputar Baruna Jaya yang Disiagakan Cari Sriwijaya Air: Pernah Temukan FDR Kotak Hitam Lion Air
Andika bercerita, hari itu juga, seseorang yang mengaku perwakilan dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) datang ke kapal.
Tidak ada pertemuan resmi atau pengumpulan seluruh ilmuwan dan awak kapal.
Yang ia tahu, setelah perwakilan BRIN itu datang, mereka semua dipaksa menelan pil pahit menjelang tahun baru.
Baca juga: Minta Uang Jabatan dari Pegawai Pemkot, Wali Kota Bekasi Diduga Terima Ratusan Juta
Mereka diperintahkan mengosongkan KR Baruna Jaya, kapal yang bukan sekadar alat transportasi bagi mereka, melainkan juga telah menjelma kantor atau boleh jadi rumah kedua.
Apa boleh buat, palu telah diketuk. Andika, juga Ishak, tak peduli seberapa dalam dan seberapa dahsyat pengabdian yang telah dicurahkan selama ini, harus berkemas.
“Tidak ada surat juga, jadi lisan begitu saja dari pihak BRIN, cuma ngomong bahwa tanggal 1 (Januari 2022, kami) harus hengkang semuanya. Ya sudah, begitu saja,” ucap Andika.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.