JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah eks anggota Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mendatangi kantor Komnas HAM di Jakarta, Rabu (5/1/2022), mengadukan nasib mereka.
Mereka yang tergabung dalam Paguyuban Pegawai Pemerintah Non-PNS (PPNPN) BPPT itu sebelumnya kehilangan status pekerjaan, imbas peleburan BPPT ke Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
"Mereka mengadu tentang nasib ketidakjelasan masa depan mereka, karena sampai saat ini belum ada juga kejelasan status kepegawaian kontrak," kata Kepala Komnas HAM Beka Ulung Hapsara setelah beraudiensi dengan perwakilan Paguyuban PPNPN BPPT.
Baca juga: Tak Ada Surat, Lisan Begitu Saja dari BRIN, Tanggal 1 Harus Hengkang Semuanya
"Juga yang mereka permasalahkan, tidak ada sosialisasi yang cukup baik kepada karyawan yang berstatus PPNPN di lingkungan BPPT," tambahnya.
Sejauh ini, Paguyuban PPNPN baru mendaftar ratusan tenaga yang dipaksa hengkang oleh BRIN dari sedikitnya tiga balai di BPPT.
Tiga balai itu yakni Balai Besar Teknologi Kekuatan Struktur (B2TKS), Teknik Survei Kelautan (Teksurla), dan Bioteknologi.
Baca juga: Eks Kepala LBM Eijkman: Kursi yang Ditawarkan Pemerintah untuk Peneliti Honorer Menarik, tetapi...
Diperkirakan ada ratusan PPNPN lain yang tersebar di lebih dari 20 balai di BPPT, yang jumlahnya masih sedang dilengkapi oleh Paguyuban.
"Ini baru sebagian yang mewakili, karena ada ratusan orang yang bernasib sama karena integrasi ke BRIN ini," kata Beka.
"(Paguyuban) juga sedang menyusun data-data terkait dengan berapa lama masa kerja dari masing-masing orang, karena ada yang 17 tahun, ada yang 19 tahun dan yang lain sebagainya. Itu juga kami, Komnas HAM, sedang meminta kelengkapan data itu," jelasnya.
Baca juga: Peleburan Eijkman ke BRIN yang Buat Peneliti Muda Mencari Rumah Baru
Sekretaris Paguyuban Rudi Jaya menyebut bahwa ratusan ilmuwan BPPT yang bernasib serupa dengan mereka tidak menuntut pesangon, tetapi hanya dikaryakan kembali.
Terlebih lagi, mayoritas dari mereka usianya sudah terkuras lantaran mengabdi belasan tahun di sana, sebelum terpaksa angkat kaki secara tiba-tiba dan sepihak akibat keberadaan BRIN.