Tidak ada pertemuan resmi atau pengumpulan semua ilmuwan dan awak kapal.
Yang ia tahu, setelah perwakilan BRIN itu datang, mereka semua dipaksa menelan pil pahit menjelang tahun baru.
“Tidak ada surat juga, jadi lisan begitu saja dari pihak BRIN, cuma ngomong bahwa tanggal 1 (Januari 2022, kami) harus hengkang semuanya. Ya sudah, begitu saja,” ucap Andika.
BRIN dibentuk Presiden RI Joko Widodo pada 2019, meski sejak awal pembentukannya dikritik karena rentan mengganggu independensi ilmuwan dan membuka pintu politisasi.
Kekhawatiran ini beralasan karena terbukti bahwa bos Jokowi di PDI-P, Megawati Soekarnoputri, didaulat sebagai Ketua Dewan Pengarah BRIN.
Baca juga: Ditendang BRIN Usai Belasan Tahun Mengabdi, Sejumlah Ilmuwan BPPT Mengadu ke Komnas HAM
PDI-P bahkan menyebut hal itu bertujuan agar riset BRIN “sesuai Pancasila”.
BRIN diciptakan bukan sebagai koordinator lembaga-lembaga penelitian yang ada saat ini, melainkan badan tunggal yang menaungi seluruh kegiatan penelitian di Tanah Air.
Tak ayal, lembaga-lembaga penelitian yang sejauh ini sudah berjalan dengan baik dipaksa melebur ke BRIN secara struktural.
Hingga sekarang, sedikitnya sudah 39 lembaga penelitian yang dipaksa melebur ke BRIN, termasuk di antaranya Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), serta Lembaga Biologi Molekuler Eijkman dan BPPT sendiri.
Baca juga: Mengenal BRIN, Badan Riset yang Sempat Tuai Kontroversi karena Libatkan Megawati
Peleburan ini menimbulkan masalah. Ratusan ilmuwan kehilangan pekerjaan karena terhalang status non-PNS.
Andika yang sudah 7 tahun bekerja sebagai Pegawai Pemerintah non-Pegawai Negeri (PPNPN) BPPT, misalnya, ditendang karena alasan tersebut.
Sementara itu, Kapten Ishak Ismail, nakhoda KR Baruna Jaya yang ditumpangi Andika dalam proyek InaTEWS, malah sudah 19 tahun mengabdi.