DI akhir tahun 2021 dan membuka 2022, kita masih berduka dan prihatin karena masih banyak kecelakaan terjadi di jalan raya. Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mencatat, setiap jam 2-3 orang meninggal dunia akibat kecelakaan lalu lintas yang melibatkan semua jenis kendaraan baik angkutan umum, truk, maupun sepeda motor (2021).
Sementara berdasarkan catatan KNKT (Komite Nasional Keselamatan Transportasi), sebanyak 70 orang meninggal tiap hari dalam kecelakaan lalu lintas (2020).
Kalau kita pakai data Korlantas selama lima tahun terakhir, kecelakaan sampai meninggal adalah 22.000 – 33.000 orang per tahun. Hal ini belum terhitung yang cacat permanen akibat kecelakaan lalu lintas (data yang benar di PT Jasa Raharja).
Baca juga: Banyak Kecelakaan Lalu Lintas, Direktorat Keselamatan Transportasi Darat Perlu Diaktifkan Lagi
Pencatatan kecelakaan yang tepat berada di kepolisian. Hingga saat ini, informasi yang paling baik untuk digunakan adalah laporan polisi yang dicatat oleh petugas kepolisian di tingkat kepolisian resor (Polres). Laporan itu digunakan untuk investigasi maupun penyidikan yang dapat mengalir ke proses penuntutan hukum sesuai dengan hukum acara pidana Indonesia sebagai hukum positif (pro judicia).
Laporan itu digunakan pula bagi para korban untuk mendapatkan santunan dari PT Jasa Raharja. Dasar yang paling mungkin digunakan untuk penelitian mengacu ke laporan polisi (LP) karena tersedia di semua kepolisian resor.
Berdasarkan data kepolisian, kecelakaan lalu lintas tahun 2015 sampai tahun 2020, terdapat 528.058 kasus, dengan korban meninggal dunia sebanyak 164.093 orang.
Kecelakaan lalu lintas juga menjadi penyebab kematian paling tinggi untuk kelompok usia 15 - 29 tahun, yang membawa kerugian besar karena sedang memasuki usia produktif. Amat disayangkan di usia produktif orang meninggal dunia sia-sia di jalan.
Tahun 2018, kecelakaan truk dan bus adalah yang terbesar ketiga setelah sepeda motor dan mobil pribadi. Angkanya terus meningkat, tahun 2019 kecelakaan truk dan bus menjadi nomor dua setelah sepeda motor.
PBB pada 10 Mei 2010 telah mengeluarkan resolusi A/RES/64/255 yang menyatakan periode 2011-2020 sebagai The Decade of Action for Road Safety (Dekade Aksi Keselamatan Jalan). Sustainable Development Goals 2030 (SDGs 2030) juga mengisyaratkan, keselamatan jalan adalah prasyarat untuk memastikan kehidupan yang sehat, meningkatkan kesejahteraan, dan membuat kota menjadi lebih inklusif.
Dalam catatan Direktorat Perhubungan darat, tingkat kecelakaan lalu lintas di Indonesia makin tinggi, khususnya pada kasus rem blong. Bahkan sampai mengalahkan Eropa hingga Amerika Serikat.
Tingkat fatalitas kecelakaan di Indonesia tahun 2001- 2018 cenderung mengalami peningkatan dibanding Eropa dan Amerika yang fatalitasnya menurun. Data World Health Organization (WHO), setiap tahun tidak kurang 1,3 juta orang meninggal akibat kecelakaan lalu lintas. Lebih dari setengahnya adalah pengendara sepeda motor.
Kementerian Perhubungan juga mengakui masih perlu upaya peningkatan keselamatan lalu lintas, selama ini memang mayoritas kecelakaan disebabkan faktor manusia. Perilaku pengemudi menjadi penyebab kecelakaan mulai dari tidak menguasai kendaraan, seperti pengereman, tidak menjaga jarak, ceroboh saat belok, ceroboh saat mendahului kendaraan lain, dan melebihi batas kecepatan.
Baca juga: Menhub Minta Jajarannya Fokus Tingkatkan Keselamatan Transportasi
Kecelakaan yang melibatkan kendaraan angkutan orang (bus) dan angkutan barang (truk) menempati urutan ketiga terbesar setelah sepeda motor dan mobil. Dari segi lokasi, sebanyak 25,20 persen kecelakaan terjadi di jalan nasional, 25,69 persen di jalan provinsi, dan 40,54 persen di jalan kabupaten/kota, serta 8,57 persen di jalan desa.
Di penghujung tahun 2021, BRT Trans Jakarta mengalami serentetan kecelakaan. Setidaknya ada 502 kasus dari awal 2021 hingga akhir Oktober 2021. Dengan banyaknya kejadian ini tentunya harus dibenahi secara nyata terkait manajemen keselamatan di angkutan umum.