JAKARTA, KOMPAS.com - Terdapat disenting opinion atau pendapat yang berbeda dari hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap empat terdakwa kasus dugaan korupsi di PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri) (Persero).
Perbedaan pendapat itu muncul dari hakim anggota, Mulyono Dwi Purwanto.
Mulyono menilai, kerugian negara dalam korupsi di PT Asabri, senilai Rp 22,7 triliun tidak terbukti.
“Perhitungan kerugian keuangan negara oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tidak punya dasar yang jelas dan tidak memenuhi kerugian negara yang nyata dan pasti,” kata Mulyono dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa (4/1/2022).
Baca juga: Empat Terdakwa Asabri Divonis 15 dan 20 Tahun Penjara, Lebih Tinggi dari Tuntutan Jaksa
Menurut Mulyono, BPK tidak tepat dalam melakukan penghitungan kerugian negara.
Alasannya, pihak BPK menyebut kerugian Rp 22,7 triliun dari penghitungan jumlah saldo yang dibeli atau diinvestasikan pada efek dikurangi penjualan saldo per 31 Desember 2019.
Padahal, laporan audit keuangan PT Asabri baru keluar 31 Maret 2021.
Kedua, Mulyono beranggapan, reksadana, surat, dan berbagai saham yang dibeli para terdakwa masih berstatus milik PT Asabri.
Artinya, masih aset-aset hasil investasi itu masih punya harga jual dan bisa menguntungkan untuk PT Asabri.
Namun, auditor atau ahli dalam persidangan tidak memasukannya dalam skema perhitungan kerugian negara.
“Auditor atau ahli tidak konsisten dengan penerimaan atas likuidasi saham setelah 31 Desember 2019, bahkan sampai audit pemeriksaan 31 Maret 2021 tidak diperhitungkan penjualan sesudah masa akhir pemeriksan itu,” papar dia.
Baca juga: Eks Direktur Investasi PT Asabri Hari Setianto Divonis 15 Tahun Penjara
Terakhir, Mulyono mengungkapkan bahwa hasil investasi itu juga tidak disita sebagai barang bukti untuk perkara ini.
Mulyono menyebut, auditor tidak memasukan hasil investasi yang dalam penguasaaj PT Asabri saat ini dalam perhitungan.
“Sehingga muncul perhitungan kerugian negara yang tidak diatur dalam pemeriksaan keuangan negara yang adalah konsep nyata dan pasti,” kata dia.
Adapun dalam persidangan kemarin, empat majelis hakim lainnya yaitu IG Eko Purwanto, Saifuddin Zuhri, Rosmina, dan Ali Muhtarom sepakat terhadap penghitungan kerugian negara yang dilakukan oleh BPK atas perkara ini.
Empat terdakwa juga telah dijatuhi vonis 20 tahun dan 15 tahun penjara. Vonis itu lebih berat ketimbang tuntutan jaksa.
Baca juga: Eks Direktur Investasi dan Keuangan Asabri Divonis 15 Tahun Penjara
Adapun keempat terdakwa kasus Asabri yakni Direktur Utama PT Asabri periode 2016-2020, Letjen (Purn) Sonny Widjaja dan Direktur Utama PT Asabri periode 2012- Maret 2016, Adam Rachmat Damiri.
Sonny dan Adam divonis 20 tahun penjara beserta denda masing-masing Rp 750 juta dan Rp 800 juta.
Keduanya juga dikenai pidana pengganti senilai Rp 64,5 miliar dan 17,9 miliar.
Lalu, vonis 15 tahun diberikan majelis hakim pada kedua mantan Direktur Investasi dan Keuangan PT Asabri, yakni Bachtiar Effendi serta Hari Setianto.
Keduanya sama-sama dikenakan pidana denda Rp 750 juta. Namun, Bachtiar mesti membayar pidana pengganti senilai Rp 453,7 juta.
Sementara itu, Hari diwajibkan menyembalikan kerugian negara senilai Rp 378,88 juta.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.