JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Luqman Hakim menyayangkan banyaknya politisasi kasus hukum yang memainkan sentiman suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Hal ini disampaikan Luqman merespons pernyataan tersangka kasus dugaan ujaran kebencian Bahar bin Smith yang menyebut keadilan dan demokrasi mati jika ia dipenjara.
"Terus terang saya sedih dengan fenomena politisasi peristiwa hukum dengan memainkan sentimen SARA sehingga seolah-seolah menjadi peristiwa konflik dan permusuhan agama (Islam)," kata Luqman saat dihubungi Kompas.com, Selasa (4/1/2022).
Baca juga: Bahar bin Smith Jadi Tersangka Ujaran Kebencian, Kuasa Hukum Anggap Proses Terlalu Cepat
Luqman menegaskan, proses hukum merupakan suatu hal yang biasa di negara hukum, di mana siapapun yang melanggar hukum mesti bersedia menerima risikonya.
Menurut dia, penegakan hukum yang adil dalam sistem demokrasi adalah kunci dari terciptanya kedamaian dan ketertiban sosial.
Wakil ketua Komisi II DPR itu pun menekankan, kebebasan dalam demokrasi bukanlah tanpa batas. Untuk itu, ia menyebut, negera mesti memastikan hukum berjalan dengan adil agar kebebasan menjadi berkah bagi publik.
Baca juga: Debat dengan Bahar bin Smith, Ini Sosok Danrem Suryakencana, Eks Petinggi Paspampres
"Proses hukum terhadap Bahar Smith, adalah bagian dari penegakan hukum yang wajib dilakukan. Justru, ketika hukum tidak berani tegak kepada pihak-pihak yang memainkan isu dan sentiman SARA, maka di situlah awal kehancuran NKRI dan peradaban demokrasi," kata Luqman.
Luqman berharap, politisasi peristiwa hukum dengan isu demokrasi dan SARA pada kasus Bahar Smith tidak terulang lagi di masa depan.
Baca juga: Polisi Sebut Bahar bin Smith Ditahan agar Tak Hilangkan Barang Bukti
Ia juga meminta agar penegak hukum dapat menyadari bahwa mayoritas publik tidak bisa lagi dihasut dengan sentimen-sentimen keagamaan.
"Sehingga tidak perlu ragu sedikit pun menindak siapa saja yang melanggar hukum. Keragu-raguan aparat penegak hukum, justru akan jadi bumerang di masa depan," ujar dia.
Diberitakan sebelumnya, Bahar berujar bahwa jika ia ditahan kepolisian maka menurutnya demokrasi sudah mati di Indonesia.
Ia beralasan masih banyak kasus penistaan agama yang dilaporkan ke kekepolisian tetapi tidak diproses, sedangkan kasusnya diproses dengan cepat.
"Saya ingin menyampaikan, andaikan, jikalau nanti saya ditahan, jikalau saya nanti tidak keluar dari ruangan, atau saya dipenjara, maka sedikit saya sampaikan, bahwasanya ini adalah bentuk keadilan dan demokrasi sudah mati di Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kita cintai," kata Bahar di Mapolda Jawa Barat, Senin (3/1/2022).
"Sebab kenapa, karena saya dilaporkan secepat kilat, sedangkan masih ada penista-penista Allah, penista agama dilaporkan, tidak diproses sama sekali," ujar dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.