JAKARTA, KOMPAS.com - Deputi II Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Abetnego Tarigan mengatakan, selama pandemi Covid-19 kondisi pendidikan di Indonesia tertinggal dibandingkan negara-negara lain.
Sehingga perlu dikejar dengan mendukung pembalajaran tatap muka (PTM) 100 persen.
"Selama pandemi kondisi pendidikan di Indonesia bisa dikatakan tertinggal dibanding dengan negara-negara lain, ini yang harus kita kejar," ujar Abednego dilaksir dari siaran pers KSP, Selas (4/1/2022).
Dia menuturkan, pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang telah dilakukan selama dua tahun memberikan beban psikologis dan merubah pola belajar peserta didik.
Terlebih keterampilan orang tua dalam mendampingi dan mengajar peserta didik tidak semua sesuai dengan standar pendidik.
Atas alasan tersebut, menurut Abetnego, KSP ikut mendorong pemerintah untuk memberlakukan PTM 100 persen dengan pengawasan ketat.
Baca juga: PTM 100 Persen, KSP Sebut Warga Sekolah Sudah Siap
Yakni melalui pemeriksaan surveilans terhadap warga sekolah secara acak dan rutin, kerja sama sekolah, Dinas Pendidikan (Disdik), dan Dinas Kesehatan (Dinkes).
"Sehingga nanti jika ditemukan kasus baru bisa segera dimitigasi dan cepat diambil langkah pengendaliannya," tegasnya.
Ia mengungkapkan, dari hasil monitoring tim KSP di lapangan, kesiapan tersebut ditunjukkan dengan telah memadainya sarana prasarana protokol pesehatan (prokes).
Kemudian, pemahaman warga sekolah tentang Covid-19 disebutnya sudah sangat baik.
"Selain itu capaian vaksinasi warga sekolah saat ini sudah hampir 100 persen," tambahnya.
Seperti diketahui, berdasarkan aturan terbaru kegiatan belajar mengajar PTM di sekolah boleh melibatkan siswa sebanyak 100 persen mulai semester kedua tahun ajaran 2021/2022.
Aturan tersebut tertuang dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Empat Menteri tentang Pembelajaran di Masa Pandemi Covid-19.
Dengan keluarnya SKB 4 menteri yang di dalamnya mengatur tentang PTM tersebut, sekolah bisa menyelenggarakan PTM kepada seluruh murid dengan tetap mengedepankan kesehatan dan keselamatan warga sekolah sebagai prioritas utama.
Baca juga: Tak Diizinkan Ikut PTM, Siswa di Jakarta Dipastikan Dapat Materi yang Diajarkan di Sekolah
Namun, kebijakan ini dikritisi sejumlah pihak. Salah satunya, Epidemiolog Universitas Indonesia (UI) Tri Yunis Miko yang menilai bahwa keputusan pemerintah ini terlalu terburu-buru.