JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelusuri dugaan adanya aliran uang untuk pihak Kementerian Dalam Negeri terkait pengadaan dan pembangunan Gedung Kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Minahasa, Sulawesi Utara.
Penyidik juga menelisik dokumen-dokumen terkait proyek yang dikerjakan pada Tahun Anggaran 2011 itu.
Pendalaman itu dilakukan penyidik melalui pemeriksaan pegawai negeri sipil (PNS) bernama M Rizal dan mantan pegawai PT Waskita Karya bernama Tukijo dan Anjar Kuswijanarko sebagai saksi, Kamis (30/12/2021).
Tiga saksi itu diperiksa untuk tersangka Kepala Divisi Konstruksi VI PT Adhi Karya (Persero) Tbk Tahun 2011 Dono Purwokodi.
“Para saksi dikonfirmasi terkait dengan dugaan adanya aliran sejumlah uang untuk beberapa pihak di Kemendagri,” ujar Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri, melalui keterangan tertulis, Jumat (31/12/2021).
“Para saksi juga dikonfirmasi mengenai berbagai dokumen pengadaan dalam proyek dimaksud,” imbuhnya.
Dalam kasus ini, KPK juga menetapkan Kepala Divisi Gedung atau Kepala Divisi I PT Waskita Karya Persero Tbk Adi Wibowo dan Pejabat Pembuat Komitmen Pusat Administrasi Keuangan dan Pengelolaan Aset Sekretariat Jenderal Kementerian Dalam Negeri (AKPA) Dudy Jocom sebagai tersangka.
Penetapan tersangka ini hasil pengembangan kasus korupsi pembangunan Gedung IPDN di Kabupaten Agam, Sumatera Barat dan Rokan Hilir, Riau.
Ketiganya diduga memperkaya diri, atau orang lain atau korporasi terkait pengadaan dan pelaksanaan pekerjaan konstruksi pembangunan gedung kampus IPDN di Minahasa, Sulawesi Utara dan Gowa, Sulawesi Selatan.
Baca juga: Kasus Pembangunan Kampus IPDN, KPK Telisik Dugaan Aliran Dana ke Kemendagri
Pada 2010, Dudy melalui kenalannya diduga menghubungi beberapa kontraktor, kemudian memberitahukan akan ada proyek pembangunan kampus IPDN.
Sebelum lelang, diduga telah disepakati pembagian pekerjaan, yaitu PT Waskita Karya untuk proyek IPDN di Sulawesi Selatan dan PT Adhi Karya untuk proyek IPDN di Sulawesi Utara.
Dudy dan kawan-kawan diduga meminta fee sebesar 7 persen. Pada September 2011, pemenang lelang ditetapkan, kemudian Dudy dan kontraktor menandatangani kontrak proyek.
Pada Desember 2011, meski pekerjaan belum selesai, Dudy diduga meminta pembuatan berita acara serah terima pekerjaan 100 persen untuk dua proyek IPDN itu. Hal itu agar dana dapat dibayarkan.
Dari kedua proyek tersebut, diduga negara mengalami kerugian total Rp 21 miliar yang dihitung dari kekurangan volume pekerjaan pada dua proyek tersebut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.