JAKARTA, KOMPAS.com - Pelanggaran etik yang dilakukan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai telah meruntuhkan kehormatan dan integritas lembaga.
Berdasarkan putusan Dewan Pengawas (Dewas), Wakil ketua KPK Lili Pintauli Siregar terbukti berkomunikasi dengan pihak yang tengah berperkara.
Lili menggunakan posisinya sebagai pimpinan KPK untuk menekan mantan Wali Kota Tanjungbalai, M Syahrial.
Baca juga: [KALEIDOSKOP 2021] UU Cipta Kerja Produk Ugal-ugalan Berujung Vonis Inkonstitusional
Hal itu dilakukan terkait penyelesaian persoalan kepegawaian adik iparnya, Ruri Prihatini Lubis, di Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Kualo, Kota Tanjungbalai.
Adapun, M Syahrial merupakan terpidana kasus dugaan suap penerimaan hadiah atau janji terkait jual beli jabatan.
Atas pelanggaran itu, Lili dijatuhi sanksi berat berupa pemotongan gaji sebesar 40 persen selama 12 bulan.
Sebelum Lili, Ketua KPK Firli Bahuri juga pernah dinyatakan melanggar kode etik terkait gaya hidup mewah. Sanksi yang dijatuhkan Dewas terhadap Firli hanya berupa teguran tertulis.
Tak hanya dua pimpinan lembaga antirasuah itu, krisis etik juga terjadi pada pegawainya.
Mantan penyidiknya, Stepanus Robin Pattuju dinyatakan bersalah telah melakukan pelanggaran etik.
Robin yang kini menjadi terdakwa suap penanganan perkara Wali Kota Tanjungbalai Tahun 2020-2021 juga diberhentikan secara tidak hormat oleh lembaga antirasuah tersebut.