JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) menggelar aksi teatrikal dengan judul “Rapor Merah untuk Delapan Belas Tahun KPK” di halaman depan Gedung Merah Putih KPK, Kamis (30/12/2021) siang.
Adapun kegiatan ini dilakukan dalam momentum hari ulang tahun KPK yang diperingati pada 29 Desember 2021 kemarin.
“Sebagaimana diketahui, KPK mengalami kemunduran yang luar biasa besar di era kepemimpinan Firli Bahuri,” ujar Peneliti ICW Kurnia Ramadhana di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis.
Dalam rapor yang ICW serahkan, ujar Kurnia, tertuang sejumlah permasalahan yang dinilai tidak kunjung bisa dituntaskan oleh pimpinan KPK.
Pertama, terkait pemberhentian paksa pegawai berintegritas sebagai konsekuensi perubahan regulasi yang menempatkan KPK masuk dalam rumpun kekuasan eksekutif dan seluruh pegawai KPK pun harus ikut beralih status menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
Baca juga: Yakin Ada Korupsi, KPK Pelajari Penghentian Kasus Heli AW-101 oleh TNI
“Momentum ini dimanfaatkan oleh pimpinan KPK untuk menyingkirkan puluhan pegawai melalui alas hukum Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 1 Tahun 2021 yang di dalamnya memuat tentang tes wawasan kebangsaan,” ucap Kurnia.
Dalam pelaksanaannya, imbuhnya, proses TWK sendiri ditemukan banyak persoalan. Misalnya, Ombdusman RI yang menyebut adanya maladministrasi dan Komnas HAM yang menemukan adanya 11 pelanggaran hak asasi manusia.
“Bahkan, pernyataan Presiden Joko Widodo dan putusan Mahkamah Konstitusi terkait alih status pegawai KPK pun diabaikan begitu saja oleh Pimpinan KPK,” ujar Kurnia.
Kedua, adanya pelanggaran kode etik dua pimpinan KPK yakni Firli Bahuri dan Lili Pintauli Siregar.
Menurut ICW, meskipun telah diputus melanggar etik oleh Dewan Pengawas, tetapi kedua pimpinan tersebut justru hanya diberikan sanksi ringan.
Baca juga: KPK: Kasus Pelanggaran Etik Lili Pintauli Sudah Selesai
“Hal ini menandakan bahwa keberadaan Dewan Pengawas KPK tidak berfungsi efektif untuk mengawasi, mengevaluasi, dan memberikan efek jera jika ada Insan KPK yang melanggar kode etik,” kata Kurnia
Ketiga, ICW menilai kinerja penindakan KPK memasuki fase yang paling buruk sepanjang lembaga antirasuah itu berdiri.
Metode pengusutan perkara dengan melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) pun menurun drastis sejak dua tahun terakhir.
Padahal, selama ini OTT kerap kali menjadi andalan untuk membongkar praktik korupsi yang banyak melibatkan pejabat publik. Berdasarkan data yang ICW himpun, sepanjang tahun 2021 KPK tercatat hanya melakukan enam kali OTT.
Jumlah ini terbilang sedikit jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, misalnya, tahun 2016 (17 OTT), 2017 (19 OTT), 2018 (30 OTT), 2019 (21 OTT), dan 2020 (7 OTT).
“Dengan data ini bisa ditarik satu kesimpulan bahwa KPK di bawah kepemimpinan Firli Bahuri tidak menaruh perhatian lebih terhadap upaya penindakan,” kata Kurnia.
Baca juga: Rutan Puspom AL, Fasilitas TNI yang Dimanfaatkan KPK Selain Rutan Guntur
Selanjutnya, ICW juga menyoroti kinerja Pimpinan KPK yang dipenuhi dengan gimik politik. Misalnya, di awal tahun 2020 lalu, saat KPK sedang disorot oleh masyarakat perihal kegagalan meringkus Harun Masiku, Firli justru menunjukkan kebolehannya memasak nasi goreng.
Selain itu, ujar Kurnia, saat pembagian bantuan sosial oleh Menteri Sosial, Ketua KPK juga turut serta dalam kegiatan tersebut.
“Semestinya sebagai aparat penegak hukum, Pimpinan KPK dapat menghindari seremonial-seremonial semacam itu,” kata dia.
Kelima, ICW menilai KPK gagal meringkus buronan yang telah masuk daftar pencarian orang (DPO). Misalnya, Kirana Kotama (2017), Izil Azhar (2018), Surya Darmadi (2019), dan Harun Masiku (2020).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.