Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

[KALEIDOSKOP 2021] Rapor Merah Capaian Legislasi DPR dan Pelajaran dari UU Cipta Kerja

Kompas.com - 30/12/2021, 06:05 WIB
Ardito Ramadhan,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

"Semakin sebuah RUU punya kepentingan dengan elite baik di eksekutif maupun elite parpol atau lembaga-lembaga lain, semakin cepat DPR bisa membahas RUU itu," ujar Lucius.

"Sebaliknya jika urusan hanya untuk melayani kepentingan publik, DPR terlihat lamban," imbuh dia.

Baca juga: Prolegnas Prioritas 2022, Fraksi PKB Klaim Perjuangkan RUU TPKS dan RUU Kesejahteraan Ibu-Anak

Pelajaran dari UU Cipta Kerja

Kendati demikian, Lucius menilai cepatnya DPR dalam menyetujui sebuah kebijakan tak selalu berarti kebijakan itu dipertimbangkan secara matang dan sesuai dengan kepentingan publik.

Menurut dia, proses yang cepat itu lebih cenderung karena pemerintah telah 'mengendalikan' DPR, sehingga sebagai lembaga legislatif DPR hanya manut kepada lembaga eksekutif, tanpa menunjukkan sikap kritisnya.

"Ketika DPR cenderung menjadi sekadar “stempel” pemerintah, maka kualitas kebijakan seperti RUU yang dihasilkan menjadi terabaikan," kata Lucius.

Hal itu, setidaknya, terbukti dari putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional bersyarat.

Dalam pertimbangannya, MK menilai, metode penggabungan atau omnibus law dalam UU Cipta Kerja tidak jelas, apakah metode tersebut merupakan pembuataan UU baru atau melakukan revisi.

Baca juga: DPR Tetapkan Prolegnas Prioritas 2022, Revisi UU Cipta Kerja Masuk Daftar Kumulatif Terbuka

Mahkamah juga menilai, dalam pembentukannya, UU Cipta Kerja tidak memegang asas keterbukaan pada publik meski sudah melakukan beberapa pertemuan dengan sejumlah pihak.

"Pola kerja DPR dalam pembahasan hampir semua RUU selama tahun 2021 juga hampir sama dengan proses pembahasan UU Cipta Kerja yakni kecenderungan untuk membahas terburu-buru sembari menghindari partisipasi publik demi memuluskan pengaturan yang memihak kepada kelompok elite," kata Lucius.

Sementara itu, Fajri berpendapat, putusan MK itu harus menjadi pelajaran bahwa proses pembentukan UU yang berlangsung di Senayan harus melibatkan partisipasi publik.

"Putusan ini memberikan penegasan bahwa partisipasi publik yang selama ini kerap tidak menjadi prioritas oleh pembentuk undang-undang justru memiliki peran yang vital," kata Fajri.

Ia berpandangan, selama ini DPR bersama pemerintah kerap memberi penafsiran yang terbatas terhadap partisipasi publik, yakni hanya melalui rapat dengar pendapat umum, kunjungan kerja, sosialisasi, seminar, lokakarya, atau diskusi.

Untuk itu, Fajri meminta agar partisipasi publik mesti mendapat porsi yang layak dalam pembentukan undang-undang.

Baca juga: Rapat Paripurna, DPR Sahkan 40 RUU Masuk Prolegnas Prioritas 2022

Menurut dia, ruang bagi publik untuk memberikan masukan mestinya tidak terbatas pada kehendak DPR, misalnya melalui RDPU di mana DPR dapat memilih dan memilah siapa yang boleh memberi masukan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tak Ada Tim Transisi pada Pergantian Pemerintahan dari Jokowi ke Prabowo

Tak Ada Tim Transisi pada Pergantian Pemerintahan dari Jokowi ke Prabowo

Nasional
Tok! Kasasi KPK Kabul, Eltinus Omaleng Dihukum 2 Tahun Penjara

Tok! Kasasi KPK Kabul, Eltinus Omaleng Dihukum 2 Tahun Penjara

Nasional
Penetapan Prabowo di KPU: Mesra dengan Anies hingga Malu-malu Titiek Jadi Ibu Negara

Penetapan Prabowo di KPU: Mesra dengan Anies hingga Malu-malu Titiek Jadi Ibu Negara

Nasional
Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Nasional
Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Nasional
Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Nasional
Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Nasional
Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Nasional
2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

Nasional
Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

Nasional
Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Nasional
Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com