Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

AJI: 4 Tahun Berturut, Kekerasan terhadap Jurnalis Terbanyak Dilakukan oleh Polisi

Kompas.com - 29/12/2021, 19:25 WIB
Vitorio Mantalean,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia merilis Catatan Akhir Tahun 2021 pada Rabu (29/12/2021) secara virtual.

Dalam paparannya, AJI mencatat bahwa dalam hal kekerasan terhadap jurnalis, kepolisian kembali jadi pelaku kekerasan paling banyak pada tahun ini dengan laporan 12 kasus.

“Ini berturut-turut, ya, selama 4 tahun terakhir, pelaku kekerasan terhadap jurnalis yang paling banyak adalah aparat kepolisian. Dan sebelumnya kami menetapkan polisi sebagai musuh kebebasan pers selama 3 tahun berturut-turut,” ungkap Ketua Bidang Advokasi AJI, Erick Tanjung.

Baca juga: Jurnalis Warta Kota Diintimidasi Saat Meliput Kegiatan di TPS Liar di Kota Tangerang

Setelah polisi, kekerasan terhadap jurnalis paling banyak dilakukan orang tak dikenal (10 kasus), baik dari kelompok sipil maupun diduga orang-orang suruhan dan intelijen.

Berturut-turut berikutnya ada aparat pemerintah (8 kasus), warga (4), pekerja profesional (4), serta birokrat, jaksa, ormas, perusahaan, dan tentara dengan masing-masing 1 kasus kekerasan terhadap jurnalis.

Satu kasus yang amat disorot dari kekerasan polisi terhadap jurnalis adalah kasus yang terjadi pada jurnalis Tempo, Nurhadi, pada Maret 2021.

Erick mengatakan, sebetulnya ada 12 pelaku dalam penganiayaan terhadap Nurhadi, namun hanya dua pelaku yang diproses hukum. Keduanya polisi aktif.

Saat ini, kasus tersebut tengah bergulir di Pengadilan Negeri Surabaya, dengan agenda vonis dijadwalkan pada pekan depan jika tidak ada halangan.

“Ini menjadi kasus kekerasan terhadap jurnalis yang pelakunya polisi aktif, yang pertama kali dalam sejarahnya di Indonesia diproses sampai pengadilan,” kata Erick.

AJI juga menyoroti kepolisian yang pada tahun ini dengan sewenang-wenang memberi label/cap hoaks pada karya-karya jurnalistik yang terverifikasi dan kredibel, seperti yang terjadi pada Kompas, Republika, dan Project Multatuli.

“Semua laporan-laporan berita ini kredibel dan terkonfirmasi, namun secara serampanag aparat kepolisian dengan akun resminya memberikan stempel hoaks. Ini merupakan tindakan melanggar kebebasan pers,” jelas Erick.

Baca juga: Kasus Asrul Dinilai Bentuk Kriminalisasi Jurnalis

Erick mendesak Presiden Joko Widodo dan Kapolri Jenderal Listryo Sigit supaya melakukan reformasi internal di Korps Bhayangkara guna menghentikan tren sekaligus mencegah “kekebalan hukum” terhadap polisi yang melakukan kekerasan terhadap wartawan.

Selama ini, dari sekian banyak kasus kekerasan polisi terhadap jurnalis yang sudah dilaporkan ke kepolisian, hanya kasus Nurhadi seorang yang berakhir di meja hijau.

“Harapannya, dengan kasus penganiayaan terhadap jurnalis Nurhadi di Surabaya yang pekan depan divonis, bisa menjadi yurisprudensi menjadi efek jera bagi penegak hukum, khususnya polisi, yang selama ini tidak tersentuh hukum (dari tindakan kekerasan terhadap jurnalis),” pungkas Erick.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Nasional
Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Nasional
Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Nasional
Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Nasional
Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Nasional
Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Nasional
Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Nasional
Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Nasional
Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Nasional
Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Nasional
[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

Nasional
Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Nasional
Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Nasional
Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com